
RADARSEMARANG.ID – Binturong terkenal sebagai binatang liar dan termasuk satwa langka yang dilindungi. Irwan Prasetia tertarik untuk mengembangbiakkan binturong. Hasilnya, dari 10 ekor kini berkembang menjadi 60. Banyak public figure yang membeli di penangkarannya.
Sejak tahun 2013, Irwan Prasetya bersama dua pekerjanya memulai mengembangbiakkan binturong meski izin penangkarannya baru keluar tahun 2017. Setelah mendapat izin dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), pria 47 tahun ini berinisiatif membuka tempat penangkaran seluas 1 hektare di Jalan Untung Suropati, Desa Bambankerep, Kedungpane, Kecamatan Mijen, Kota Semarang.

“Di Indonesia binturong hanya ada di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Statusnya dilindungi jadi nggak bisa sembarang pelihara. Banyak hobies yang pelihara secara ilegal, karena langka jadi saya tertarik untuk mengembangbiakkan,” katanya saat ditemui Selasa (25/1).
Awalnya, hanya ada 10 ekor binturong hingga kini sudah 60-an yang terdiri dari binturong hitam dari Sumatera dan abu-abu dari Jawa. Irwan menjelaskan binturong tersebut memiliki kode tersendiri. Seperti F0 untuk binturong hasil tangkapan dari alam (asli).

Sedangkan anakan dari F0 disebut F1. Terakhir, anakan dari F1 disebut F2. Untuk binturong F0 dan F1 statusnya milik negara, sedangkan F2 inilah binturong yang boleh dimanfaatkan atau diperjualbelikan berizin dan bersertifikat.
“F0 dan F1 itu statusnya milik negara yang dititipkan lalu dikembangbiakkan. Jadi kalau sewaktu-waktu negara mau mengambil alih itu, ya kita harus kasih. Walaupun F1-nya berkembang biak di tempat kita,” jelasnya kepada Jawa Pos Radar Semarang.
Selama menekuni hobinya, Irwan mengaku berhasil mengekspor binturong ke Italia. Harga binturong tersebut juga bervariasi, dibrandrol Rp 35 – Rp 45 juta. “Tergantung jenisnya. Kalau yang Jawa itu bisa sampai Rp 45 juta, yang Sumatera lebih murah hanya Rp 35 juta,” ujarnya.
Banyak hobies yang membeli di penangkarannya. Baik dari kalangan artis, gamers, hingga pejabat. “Yang pernah beli dari tempat saya itu Alshad Ahmad (sepupu Raffi Ahmad), Evos Manay dia gamers, bahkan kepala kejaksaan juga ada. Kalau Luki Hakim dan Irfan Hakim cuma datang, liat-liat saja di sini,” ujar Irwan.
Meski dikatakan liar, binturong diyakini bisa jinak apabila sering dielus sejak kecil, diberi makan seperti daging dan buah-buahan, serta minum yang tercukupi. “Kalau yang liar ini memang agak susah. Tapi yang anakan seperti F2 ini, tinggal sering-sering dipegang, disusui nanti lama-lama jinak.”
Pengalaman dan tantangan yang ditemuinya selama melestarikan binturong, salah satunya ketika terkena virus. “Tantangannya sih itu. Kalau binturong kena virus atau sakit, biasanya langsung dibawa ke dokter, lalu kita kasih vitamin sebagai penunjang,” imbuhnya.
Salah satu keeper di penangkaran binturong Indonesia milik Irwan, Eko Priyanto, menjelaskan cara merawat satwa ini. Kata dia, tak ada perawatan khusus dan serius, seperti merawat binatang peliharaan pada umumnya. Diberi makan, pemberian vitamin, rajin membersihkan kandang, serta memotong kuku.
“Binturong itu dikasih makan pagi dan sore. Kalau pagi biasanya makannya dicacah pepaya ditaruh ember dan dicampur vitamin biar sehat. Sorenya bisa dikasih dog food atau daging-dagingan buat tambahan,” jelas Eko sembari memperlihatkan vitamin-vitamin yang dikemas dalam botol kaca.
Berat hewan berbulu lebat ini bisa mencapai 20 kg. Kandang berukuran 1,5 x 2 meter untuk binturong berukuran kecil, sedangkan 3 x 4 untuk binturong besar.
Irwan mengaku memiliki kesenangan tersendiri merawat binturong.
“Motivasi saya yang pertama tentu hobi. Kedua kalau hobi bisa disalurkan terus bisa bernilai ekonomis kan lebih menguntungkan. Istilahnya kalau hobi mendatangkan uang kenapa tidak,” ungkapnya sembari tersenyum.
Irwan berpesan kepada para hobies pemula yang ingin memelihara binturong. “Untuk pemula yang terpenting jangan pelihara yang ilegal. Kalau mau mengembangbiakkan juga harus dipersiapkan yang matang. Dari segi tempat, lingkungan dan sebagainya harus bagus.”
Ia berharap pemerintah memberikan support dalam bentuk menertibkan oknum-oknum ilegal. “Dalam hal ini, karena kita sudah punya tempat penangkaran yang biayanya cukup besar, jika masih ada yang ilegal kan tentu merugikan. Jadi paling tidak dibantu menertibkan saja,” tuturnya. (fgr/mg4/lis)