
RADARSEMARANG.ID – Gowes menggunakan jenis sepeda pada umumnya, itu hal biasa. Namun gowes dengan sepeda modifikasi, belum banyak dilakukan orang. Seperti halnya Komunitas Lowrider Semarang ini. Mereka percaya diri menggenjot sepeda antik yang unik dan menarik.
Natilas bersama komunitasnya asyik menggowes menggunakan sepeda modifikasi. Tilaz –sapaan akrabnya- bergabung dengan anggota Komunitas Lowrider Semarang. Yakni salah satu komunitas sepeda vintage dan kustom lowrider yang telah eksis sejak November 2014. Tak seperti komunitas lain, Lowrider Semarang menggunakan sepeda-sepeda antik tahun 60-an hasil modifikasi sendiri.

“Sepeda modifikasi kita unik dan keren-keren. Tidak terpengaruh musim sepeda ini itu karena sepeda style tahun 60-an masih bisa bertahan sampai sekarang. Tandanya, culture komunitas lowrider ini tidak termakan zaman,” ungkap pria 28 tahun itu.
Dahulu, anggota komunitas ini mencapai 200-an terdiri dari kalangan anak kuliah dan pekerja perantauan. Tetapi tetapi akibat pandemi Covid-19, menyisakan 2-3 anggota yang masih aktif.

“Karena korona kemarin ya jadi 2 atau 3 orang saja yang masih aktif. Keluar masuk sih biasa di Lowrider Semarang. Karena kita tidak terikat organisasi formal, jadi ya biasalah seperti itu,” kata Tilaz kepada Jawa Pos Radar Semarang, Jumat (28/1).
Sebelum pandemi, rute terjauh yang pernah ditaklukkan oleh salah satu anggota komunitas ini yaitu gowes dari Semarang ke Bali, Madura, Surabaya, Jogja, Solo, Jakarta, Bekasi. Semenjak pandemi, hanya di sekitaran Semarang. “Pas pandemi biasanya Minggu pagi kita kumpul di Kota Lama atau di Jalan Pahlawan,” tuturnya.
Tilaz suka bersepeda sejak di bangku sekolah dasar. Ia ingin mengajak masyarakat untuk aktif bersepeda daripada naik kendaraan pribadi.
“Ya pingin aja hidup seperti di Jepang atau di Belanda yang lebih banyak orang jalan kaki dan bersepeda,” ujar Tilaz.
Meski menjumpai banyak rintangan selama gowes menggunakan sepeda modifikasi, ia mengaku senang dan lebih tertantang. Ada kebanggaan tersendiri menaklukkan rute jalanan menggunakan sepeda vintage.
“Ini sepeda modifikasi yang paling tidak enak dinaikin dibandingkan sepeda umumnya. Tetapi sukanya ya ada sensasi tersendiri saat touring pakai sepeda ini. Selain keren, jarang ada yang berani gowes jauh memakai sepeda vintage custom lowrider,” ungkapnya.
Di Lowrider, ada banyak kelas spesifikasi sepeda mulai dari Under 20, Street Custom 20, Mild Custom 20, Radical Custom 20, Restoration 20, Trike 20 FFA atau kelas bebas dan kelas-kelas lainnya. “Untuk harga bervariatif, tergantung modal si pembuat. Tapi di perakit Lowrider Razorcomcycles minimal pembuatan fullbike lowrider Rp 3,5 juta, bisa juga memesan part-part-nya saja,” jelas pria asal Semarang itu.
Sebelum pandemi, selain menggowes, komunitas Lowrider Semarang juga mengadakan kegiatan positif lainnya. Seperti menanam bakau, gowes pungut sampah, dan menyelenggarakan acara Kolorsemar (Kontes Lowrider Semarang se-Indonesia) pada 2018 lalu.
“Untuk sementara ini belum ada rencana lagi karena kasus korona semakin tidak jelas. Kita tidak mau mengambil risiko. Tapi kalau sudah ada perizinan untuk acara masal, kemungkinan kita akan adakan kontes dan Gowes Lowrider Se-Indonesia di Semarang lagi.”
Tilaz berharap ke depan semakin banyak orang yang terbiasa menggunakan sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari. “Tetaplah bersepeda apapun sepedanya. Walaupun kadang nggak ada teman yang gowes. Ketika kita gowes dari jutaan orang yang melihat, pasti ada satu dua orang yang akan terpancing ikut gowes,” pungkasnya. (mg4/mg6/lis)