
RADARSEMARANG.ID, Semarang – Makam Waliyyullah Hasan Munadi berlokasi di Dampyak, Nyatnyono, Kecamatan Ungaran Barat, Semarang. Saat awal pandemi Covid-19, sempat ditutup delapan hari. Namun kini sudah dibuka untuk peziarah, dengan mematuhi protokol kesehatan.
Tepat pukul 11.10, Jawa Pos Radar Semarang tiba di lokasi. Terlihat ada beberapa motor berjejer rapi di tempat parkir. Saat itu, langit pegunungan berwarna biru cerah dihiasi awan. Suhu udara di sekitar makam tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.

Di sepanjang jalan area makam terdapat beberapa ruko dalam kondisi tutup. Ruko-ruko tersebut identik dengan warna hijau bertuliskan oleh-oleh, suvenir, dan warung yang manunjukkan barang yang dijual. Di depan ruko terdapat tulisan untuk mematuhi protokol kesehatan. Tersedia juga tiga wastafel beserta sabun untuk mencuci tangan para peziarah.
Di area makam, terdapat beberapa peziarah. Ada yang di dalam makam, ada juga yang di luar makam. Area luar makam merupakan musala. Jadi Makam Waliyyullah Hasan Munadi ini berada di dalam musala yang berada di ruangan khusus. Ruang makam ini terletak di tengah-tengah musala yang dilengkapi pintu dan jendela pada setiap sisi dinding makam.


Makam Waliyyullah Hasan Munadi ditutupi kain berwarna hijau tua bertulisan Arab. Di sekeliling makam terdapat kitab Yasin, Alquran, dan kotak amal. Kitab Yasin dan Alquran biasanya digunakan oleh para peziarah untuk memanjatkan doa. Sedangkan kotak amal digunakan untuk menampung infak dari para peziarah yang mengunjungi makam. Selain itu, terdapat pula pilar-pilar kayu jati yang menjadi penopang makam.
Pada saat Ramadan seperti ini, peziarah yang datang tidak seramai hari-hari biasanya. Meski begitu, makam tidak pernah sepi peziarah. Ada saja peziarah yang datang. Ada yang datang perorangan, ada juga rombongan kecil menggunakan mobil pribadi datang silih berganti. Seperti salah satu peziarah bernama Siti Khomariah yang biasa mengunjungi Makam Waliyyullah Hasan Munadi.
“Kan sowan, minta keberkahan. Orang kan ngertine wong sudah meninggal itu tidak ada, padahal masih ada. Ya minta ridho, minta doa, minta pangestu beliau,” kata Siti berharap.
Para peziarah ramai berdatangan pada setiap Malam Jumat (Kamis malam) atau saat Haul pada 20 Ramadan. Peziarah yang datang bisa mencapai ribuan, belum lagi kalau hari-hari biasa. “Ribuan orang setiap hari datang. Ada yang dari Bandung, Bali, dan Kalimantan. Orang Malaysia juga sudah pernah sampai sini,” ungkap juru kunci makam, Slamet Rohib, Selasa (20/4/2021).
Slamet bercerita, dulu saat awal pandemi Covid-19, makam sempat ditutup selama delapan hari atas imbauan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng. Kendati begitu, masih saja ada peziarah yang menyelinap memasuki makam. Padahal ada petugas yang berjaga. Padahal, lampu makam juga sudah dimatikan.
Kondisi pandemi ternyata tidak memengaruhi para peziarah berkunjung ke Makam Waliyyullah Hasan Munadi. Selama mematuhi protokol kesehatan dan menggunakan masker, diperbolehkan berziarah.

Tersedia Jeriken untuk Ambil Air Sendang Kalimah Toyyibah
Bambang Kartonadi atau yang sekarang dikenal sebagai Waliyyullah Hasan Munadi merupakan keturunan Brawijaya V, kakak dari Raden Patah Demak. Beliau mempunyai anak bernama Waliyyullah Hasan Dipuro yang juga dimakamkan di lokasi setempat, namun berada di bagian bawah.
Slamet Rohib, juru kunci sementara makam Waliyyullah Hasan Munadi bercerita bahwa 400 tahun yang lalu, beliau ditunjuk oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam selama 3 tahun di Nyatnyono. Tak hanya itu, beliau diperintahkan Sunan Ampel untuk bertapa. Keberhasilannya dalam bertapa di Nyatnyono diberi gelar Waliyyullah Hasan Munadi. “Waktu itu selama 3 tahun bertapa di Nyatnyono. Setelah berhasil, baru dijuluki Waliyyullah Hasan Munadi,” katanya kepada Jawa Pos Radar Semarang, Selasa (20/4/2021).
Waliyyullah Hasan Munadi mempunyai peninggalan berupa Sendang Kalimah Toyyibah yang ditemukan pada tahun 1986. Sendang tersebut ditemukan saat akan membangun Masjid Nyatnyono. Sebelumnya, sungai tersebut kering dan tidak ada air. Lalu juru kunci melakukan tirakat, mulailah keluar air.
Setelah dibangun, kini tempat tersebut menjadi salah satu objek wisata. Kini, sendang dibagi menjadi dua, untuk pria dan wanita. Slamet mengatakan jika sendang tersebut juga ramai dikunjungi. Bahkan pengunjung tidak dipungut biaya masuk. “Di sana disediakan kotak amal untuk biaya perawatan dan pembangunan Sendang Kalimah Toyyibah,” ujarnya
Sendang terletak tak jauh dari makam Waliyyullah Hasan Munadi. Biasanya air sendang digunakan untuk mandi, minum, atau masak oleh para pengunjung. Di sana terdapat jasa sewa sarung dan peralatan mandi. Bahkan, ada toko yang menjual jerigen untuk pengunjung yang akan membawa pulang air sendang tersebut.
Air Sendang Kalimah Toyyibah diyakini mengandung keberkahan yang percaya memiliki khasiat. Slamet mengatakan jika air sendang ini setara dengan air Zam-Zam di Makkah. Ia pernah mendapat cerita dari pengunjung yang membawa pulang air tersebut untuk dicampurkan ke air bak mandi. Ada juaga pengunjung asal Banten yang membawa pulang untuk mematikan hama pada sawah. “Waktu itu saya dapat cerita, air sendang untuk membasmi hama di sawah, hamanya pun hilang. Jadi itu menurut keyakinan saja,” tuturnya. (mg6/mg8/ida)