
RADARSEMARANG.ID – Ada satu pemakaman umum di Desa Sraten, Kecamatan Tuntang, yang menyimpan cerita mistis. Namanya makam Sejomblong.
Kondisi makam Sejomblong tidak terawat. Area makam sebagian besar sudah ditumbuhi tanaman liar yang cukup tinggi. Hanya beberapa makam yang masih terlihat dari pinggir jalan kampung. Lainnya sudah tertutup rumput liar.

Sejumlah cerita mistis pun mewarnai keberadaan makam tak terawat tersebut. Pada hari-hari tertentu, warga sekitar sering mendengar suara pagelaran wayang kulit dari makam Sejomblong.
“Warga pun kaget mendengar suara tersebut. Karena warga selalu mendapat informasi jika ada acara besar seperti itu (pagelaran wayang kulit),” ujar salah satu warga, Mufid.

Orang-orang yang mendengar suara tersebut bukan dari warga yang memiliki rumah di sekitar makam. Melainkan orang-orang yang tempat tinggalnya cukup jauh dari makam tersebut.
Mufid sendiri pernah mendengar suara tersebut saat berada di rumah orang tuanya di Kalibeji. Padahal jarak rumahnya dengan makam sekitar delapan kilometer.
“Warga sudah biasa mas mendengar suara-suara tersebut. Mereka jika mendengar suara seperti gelaran wayang kulit pasti menganggap berasal dari area makam Sejomblong,” katanya.
Di dekat area makam juga terdapat sebuah bangunan bekas kafe. Kafe tersebut dibangun satu tahun lalu, sekarang sudah tutup dan hanya meninggalkan bangunan serta gapura bambu dengan tulisan Sejomblong Café.
Dari penuturan warga sekitar, kafe tersebut ramai pada saat awal buka namun tidak diketahui kenapa kemudian tutup.
“Sepertinya tidak kuat mas. Karena kan lokasinya di dekat pemakaman. Dan kalau buka malam mungkin agak ngeri seperti itu,” ujarnya.
Selain itu di dekat makam, konon terdapat sebuah batu yang dipercaya merupakan batu bertuah. Warga menyebutnya dengan Watu Bengkah (Batu Pecah).
Menurut penuturan Kepala Desa Sraten, Rochmad, dari cerita turun-temurun, batu tersebut merupakan tempat pertapaan seseorang dari Keraton Surakarta di masa lalu.
“Menurut sesepuh yang saya temui dan saya membuktikan dengan mengajak orang dari Keraton Solo yang punya linuwih lebih, di tempat tersebut terdapat satu benda yang diperebutkan, katanya di situ terdapat sebuah kacamata yang tembus pandang,” ceritanya.
Cerita tersebut masih terngiang hingga sekarang di kalangan warga. Konon kacamata tersebut hingga saat ini masih terdapat di Watu Bengkah dan tidak bisa diambil. Sebab terdapat beberapa orang yang mencoba mencari dan mengambl benda pusaka tersebut, namun tidak bisa. Tidak hanya itu, dua bulan yang lalu terdapat kejadian aneh menimpa pekerja aliran sungai saat akan mengoperasikan ekskavator.
“Kejadian itu sebelum maghrib, saya ditelepon. Sampai di lokasi suara ekskavator itu tiba-tiba aneh hingga mesinya rusak dan tidak bisa diperbaiki,” jelasnya.
Rochmad mengungkapkan, sebelum kejadian tersebut terdapat ular kecil yang merambat ke badan ekskavator, oleh pengemudi diambil dan ular tersebut dilempar. Sebelumnya ia sudah berpesan kepada para pekerja jika di sekitar Watu Bengkah kalau terdapat hewan jangan sampai dibunuh atau diganggu.
“Orang-orang terdahulu sering berkata kalau anak-anak jangan diajak ke daerah tersebut. Jadi tidak semua orang berani main ke tempat makam itu,” ujarnya.
Watu Bengkah sendiri merupakan batu yang tengahnya terdapat cekungan. Konon digunakan untuk pertapaan. Namun saat ini batu tersebut sudah tertutup oleh endapan lumpur dan sulit ditemukan karena berdekatan dengan sungai. (nun/zal)