
RADARSEMARANG.ID – Sarjoe merupakan pribadi yang menghibur dan lucu. Karena bakat itulah, dirinya malang melintang ikut audisi di berbagai televisi swasta. Bersyukur ada yang nyantol lolos, sehingga bisa belajar komedi lebih banyak dari para senior.
Nama Sarjoe cukup familiar di Kota Lunpia Semarang. Namun Sarjoe mengaku terjun di dunia komedi terbilang telat. Masuknya menjelang usia 30-an tahun di tahun 2008 lalu. Berawal dari suka bercanda dengan teman-teman dan kepikiran untuk mengikuti audisi komedi.

“Sudah beberapa kali ikut audisi, tapi banyak yang tidak lolos. Termasuk angkatannya Sule, aku tidak lolos. Yang keempat baru lolos dan bisa belajar komedi sampai sekarang,” tuturnya.
Di antara audisi pelawak yang pernah diikuti, Audisi Pelawak Indonesia (API) di TPI pada tahun 2008 silam Sarjoe menggandeng tiga temannya. Kemudian ikut audisi Srimulat Junior di ANTV pada tahun 2011, hingga Orang Lucu Indonesia di RCTI bisa masuk tiga besar bersama temannya dari Yogyakarta. Selain itu Komedi Akademi Indosiar 2015 masuk lima besar. Terakhir ikut Duo Komedi Global TV di Agustus 2021 lalu.

Meski begitu, saat ini dirinya lebih dikenal berprofesi sebagai master of ceremony (MC) komedi. Lantaran selama pandemi Covid-19, jarang ada job yang menampilkan pertunjukan lawak. “Kalau MC kan 100 event, pasti butuh MC,” katanya kepada Jawa Pos Radar Semarang Jumat (26/11).
Saat ini, banyak event yang dikemas tidak formal yang diselingi lawakan. Sarjoe pun kerap dapat job MC di beberapa instansi seperti Polda, gubernuran, Kejaksaan Tinggi, dan lainnya. “Bahkan muter di instansi-instansi seluruh Indonesia,” katanya.
Menurutnya ada perbedaan antara pelawak dan komedian. Pelawak harus menunjukkan kelucuan, baik itu gestur tubuh maupun pakaiannya. Sedangkan komedian hanya mengolah kata yang lucu. Bahkan, sekarang banyak komedian berwajah tampan, tapi sekalinya ngomong, dia sangat lucu. “Iki aku serius ki, rak lucu ki,” guraunya.
MC komedi adalah pembawa acara yang dituntut membawa suasana. Sukanya, bisa menghibur banyak orang selain honornya jelas. Dukanya kalau momennya tidak pas, timing-nya tidak pas sehingga suasana menjadi garing. “Jika audiennya tidak terhibur, kita pasti kecewa,” tuturnya.
Acuannya MC bisa menghibur saat penonton bisa tertawa terbahak-bahak. “Ibarat kata ya bisa sobek-sobek mulutnya lah,” jelasnya sambil melawak juga.
Kini aktivitasnya banyak diunggah di sosial media instagram @sarjoeholic. Hampir semua kegiatan diunggah di Instagram. Seperti MC di kantor gubernuran yang dihadiri Kapolda, Pangdam, Kejati dan lain-lain. Besoknya gantian, jadi MC di Polda yang datang gubernur. Pemkot pun begitu, yang datang Kapolres dan besoknya gantian. Tentunya harus mengulik materi dan dituntut kreatif. Komedian harus sedikit lebih tinggi IQ-nya. “Tidak monoton. Inilah yang menjadi tantangan,” ungkapnya.
Pelawak dulu memang lebih tradisional, seperti PLS di Semarang. Dirinya pernah mengikuti PLS. Karena mereka dihuni pemain-pemain tua dan sangat tradisional, sekarang kurang bisa diterima. Namun, maish bisa diterima di event ketropak dan campur sari. “Tapi kadang materinya itu-itu saja, verbalnya masih kurang,” katanya.
Kendati demikian, ia mewanti-wanti masyarakat agar tidak melupakan komedian tradisional seperti itu. Itu cikal bakal lawak dan komedi saat ini. “Seperti Srimulat,” katanya.
Sarjoe sekarang menjadi MC komedi. Ia menerima 20 job selama November ini. Selama pandemi memang sepi job, namun tetap ada. Ini karena dirinya menjadi MC protokoler, meskipun diselipkan komedi di instansi resmi. “Pandemi pun ada acara secara virtual,” katanya.
Seperti acara kesenian yang dibuat Gubernur Jateng Ganjar Pranowo secara live streaming. Ia sempat ngelawak tunggal, meski dirinya bukan komika. “Kemarin masih ada, cuma tidak ramai,” jelasnya.
Sarjoe masih satu angkatan dengan Purnomo tukang ojek pengkolan. Bahkan, saat ini dirinya memiliki satu grup yang bekerja di balik layar seperti tim kreatif, yakni Atut dan Budi. Ia berharap pada generasi muda ada yang memiliki cita-cita sebagai komedian. Karena profesi ini sangat menjanjikan seperti Sule dan Rafi Ahmad. Selain itu, komedi bisa dipelajari dengan membaca, melihat, mendengar, dan mempraktikkan.
Selain itu, dibutuhkan kreativitas terkait dengan materi korelasi, acaranya, dan memperbanyak jam terbang. “Kecuali kalau tempatnya baru dan audiennya baru. Kita boleh memakai materi lama,” tuturnya.
Komedian bisa menjadi tontonan sekaligus tuntunan. Ia berharap kepada pemerintah agar menyiapkan pementasan untuk teman-teman komedian. Jangan pandang komedian hanya bisa melucu. Komedian juga bisa mengritik tanpa menimbulkan kemarahan. “Saya berharap ada tempat untuk teman-teman, karena komedi termasuk seni dan bisa me-refresh kreativitas,” harapnya. (fgr/ida)