RADARSEMARANG.ID – Besar pasak daripada tiang. Ungkapan ini cocok menggambarkan John Dori yang membesarkan gengsi, tapi tidak sadar diri. Terlalu mengikuti gaya hidup teman-temannya, tapi tak prihatin kondisi ekonomi. Bahkan ia rela berutang hanya untuk mengikuti tren.
Lady Sandi sangat kesal dengan tabiat suaminya ini. Ia harus turut menanggung beban akibat ulah suaminya. Seharusnya, setelah menikah John bisa berubah. Setidaknya mengurangi hobi dan nongkrong. Tapi tidak, ia masih berlagak seperti bujang. Sering pulang malam, dan keluyuran. Beberapa kali ditegur, namun tak sekalipun dihiraukan. “Bagaimana saya bisa tahan?” keluhnya saat ditemui di Pengadilan Agama Semarang.
Hasil jerih payahnya bekerja banyak yang dihabiskan untuk foya-foya. Sementara, kebutuhan keluarga menjadi nomor dua. Bahkan, terkadang tak kebagian. John seperti tutup mata, untuk kebutuhannya saja ia tak pandang bulu. Giliran kewajiban ekonomi rumah tangga ia berat mengeluarkan uang. Berulangkali Lady harus menelan pil pahit menghadapi suaminya yang terbilang pelit. “Gaya selangit ekonomi sulit,” tegasnya.
Diakuinya, ia justru seakan momong suaminya. John belum pantas disebut kepala keluarga. Ia sendiri merasa tertekan. Suaminya belum bisa mengontrol antara keinginan dan kebutuhan. “Ujungnya, saat keinginan melampaui kemampuan, jadinya ngutang,” katanya.
Dan Lady, paling kesal dengan hal ini. Sebab, ia tak menikmati, namun turut menanggung. Bukan hanya ikut membayar utang, ia juga malu karena beberapa kali mesti ditagih.
Saking jengkelnya, Lady melapor ke mertuanya. Sayang, tanggapan mereka tak sesuai dengan harapan. Ia hanya diminta sabar menghadapi suaminya. Tak ada dukungan yang diberikan. Sekadar teguran untuk John pun tidak. Berbeda dengan orang tuanya yang ikutan gemas merasakan menantu yang tak sadar diri. Akibatnya, Lady menjadi malas dan tak respek. (ifa/aro)
