
RADARSEMARANG.ID – Karya seni tanaman tua atau dikenal dengan bonsai memang njlimet. Butuh kesabaran dan ketelatenan supaya mendapatkan hasil yang memuaskan. Perawatannya pun tak sebentar, perlu waktu bertahun-tahun supaya tanaman memesona. Semakin tua, cantik, dan terkesan angker, bertambah pula daya jual bonsai.
Yulis Setiawan sudah menekuni bonsai sejak belasan tahun lalu. Tak menyangka, tadinya hanya sekedar hobi dan sampingan, justru menghasilkan pendapatan. Meski demikian, butuh kesabaran waktu dan energi untuk merawatnya.

Cara menanam pun harus diperhatikan. Dirinya menggunakan media pasir Malang supaya poros dan akar tidak membusuk. Dilakukan pemotongan wajib tiap enam bulan sekali. Daun akan tumbuh secara penuh selama dua bulan. Lalu dua bulan kemudian menua sampai dua bulan berikut, waktunya burning daun dan ditata ulang perantingannya.
“Kalau tidak dikontrol, banyak yang mati, sebab ada yang terlalu besar,” kata Yulis kepada Jawa Pos Radar Semarang saat ditemui di salah satu stan pameran bergengsi di Lapangan Tuksongo, Borobudur, Kabupaten Magelang.

Yulis mengungkapkan, semua bonsai memiliki nilai. Yakni berdasarkan keserasian, jenis, dan kualitas, yang dapat mendongkrak harga. Supaya memiliki harga tinggi, akar harus seimbang di berbagai sisi. Bentuk proporsionalnya menyerupai kuku macan. “Tahap akar kita ambil 3-4 sentimeter nanti pecah lagi dua terus begitu,” sambungnya.
Pada bagian batang idealnya tidak sejajar. Bawah samping dan kanan bawah harus menjorok lebih ke bawah. Lalu yang kiri posisinya agak lebih tinggi. Bagian ranting harus ngepen, seimbang, pecahannya juga harus sesuai. “Kadang pertumbuhan tidak selaras. Batangnya cepet, tapi perantingannya agak lama. Ada yang cepat jadi. Sudah puluhan tahun, gak jadi juga banyak,” paparnya
Asupan gizi bonsai juga harus cukup. Tidak kekurangan atau berlebih. Bonsai yang bagus itu tua tapi pendek. Utamakan kesuburan dan panjang pendeknya disesuaikan dengan keinginan sendiri. “Harus berani berkreasi sesuai keinginan kita,” pungkasnya.
Bonsai yang dibudidayakan Yulis pernah ditawar oleh kolektor seharga Rp 75 juta. Namun dirinya tak tertarik dengan tawaran harga itu. Kalau bukan Rp 100 juta, Yulis tak mau merelakan bonsai Beringin Kimeng itu berpindah tangan ke orang lain.
“Ini yang paling mahal. Harganya Rp 100 Juta namanya Beringin Kimeng,” kata Yulis di salah satu stan pameran bergengsi karena bersaing dengan 808 bonsai yang dipamerkan.
Menurutnya, keistimewaan Beringin Kimeng terletak pada perantingan. Selain pertumbuhannya cepat, juga gampang matang. Perawatannya cukup di-insect dengan memakai pupuk dekastar atau osmocote dalam kurun waktu tiga bulan sekali. “Rajin disikat juga biar bersih dari jamur dan debu sehingga tidak menghambat kesuburan pohon,” ucapnya.
Bonsai miliknya sudah berusia 15 tahun. Sebenarnya tidak termasuk mahal jika dibanderol Rp 100 juta. Selain tua, biaya perawatan selama 15 tahun juga sebanding. Menurutnya, mahal atau tidaknya dipengaruhi dari kualitas tanaman. Apakah prospek bisa masuk kontes atau tidak. “Semakin mahal semakin bagus,” imbuhnya. (mia/ida)