
RADARSEMARANG.ID – Powerslaves merupakan salah satu band rock yang tetap eksis di Kota Semarang. Tiga tahun lamanya, band ini terus berkiprah meramaikan belantara musik Indonesia.
Band ini berdiri sejak 19 April 1991. Meski sudah jarang tampil, tetapi keberadaanya masih tetap terdengar. Powerslaves masih eksis dan berkiprah untuk memajukan dunia musik Indonesia.

Awalnya band dengan genre rock ini memiliki enam personel, Mereka sama-sama anak muda yang sama-sama menempuh pendidikan di Kota Atlas. Yakni Anwar (bassis), Heydie (vokal), Kolem dan Randy (gitaris), Vidi (drummer) serta Wiwik (keyboardis).
“Kami dulu sama-sama mahasiswa dan sering nongkrong bareng, akhirnya sepakat membentuk band,” aku Anwar Fatahillah.

Powerslaves memiliki ciri khas musik rock harmonis. Tiga dekade berkarya bukanlah waktu singkat, bahkan, bisa dikatakan sudah sangat paham dengan pahit manisnya belantara dunia musik. Powerslaves setidaknya sudah memiliki delapan album. “Ini bentuk kecintaan kami untuk bareng meramaikan musik rock Indonesia,” ujarnya.
Untuk berjuang agar terus bisa berkarir juga tidak gampang. Jatuh bangun terus dialami karena beberapa personil hengkang, Titik terendah ketika pembentukan formasi baru Powerslaves. “Powerslaves pernah mengalami titik terendah pasca pembentukan formasi baru setelah personel-personel ada yang keluar karena satu dan lain sebab,” ujarnya.
Banyak kisah yang dialami Powerslaves selama 30 tahun berkarya. Baik kisah senang maupun duka. Semua kisah Powerslaves dalam menapaki belantara musik terabadikan dalam sebuah buku yang ditulis Riki Noviana. Sejak 2010 ia mengenal salah satu personel dan akhirnya tercetus untuk mengabadikan perjuangan Powerslaves. “2010 saya bertemu dengan dengan Heydie Ibrahim di sebuah cafe ketika membuka konsernya my trap dan lain-lain. Setelah itu diundang manajernya ke acara peluncuran album mini jangan kau mati,” aku Riki Noviana.
Kemudian ia mengenal lebih dekat Powerslaves. Dan memaknai band Powerslaves dari sudut pandang berbeda. Powerslaves merupakan sebuah band yang dapat mengetahui bagaimana cara hidup sebagai sebuah band. Meskipun jatuh bangun, sampai bongkar pasang personel, tetap melegenda hingga usianya 30 tahun. Hal tersebut membuatnya menuangkan cerita Powerslaves ke dalam sebuah buku berjudul “Find Our Love Again”. “Mereka tahu benar arti hidup seperti apa, mereka tahu benar bagaimana cara jaga eksistensi, mereka tahu benar bagaimana cara hidup sebagai band,” imbuhnya.
Perintis Powerslaves Anwar tetap berharap kedepannya Powerslaves terus melegenda seperti sekarang. Karena meski rintangan besar tetap bisa eksis ketika ada komitmen bersama. Untuk bersama meramaikan belantara industri musik Indonesia. “Harapan kedepan adalah tetap melegenda seperti sekarang ini. Ini bentuk kecintaan dan pengabdian kami untuk dunia musik,” tambah Anwar. (mg2/fth)