RADARSEMARANG.ID, Semarang – Umi Salamah saat ini menekuni usaha batik di Kampung Malon, Gunungpati, Kota Semarang. Dengan brand Salma Batik, perempuan yang pernah nyantri di Al Maghfurllah Kiai Masroni, Pondok Pesantren (Ponpes) Sunan Gunung Jati Ba’alawy (SGJB) ini sukses membawa produk batiknya hingga ke luar negeri.
Sejak 2006, Umi Salamah atau yang akrab dipanggil Bu Umi itu mulai menekuni usaha batik. Mulanya, ia ingin menciptakan lapangan kerja untuk perempuan di sekitarnya. Supaya mereka bisa mendapat penghasilan, meskipun dianggap konco wingking saja.
“Saya inginnya perempuan-perempuan itu punya keterampilan dan usaha. Dengan harapan, perempuan bisa maju, berkembang, dan ikut membantu perekonomian keluarga,” katanya saat dihubungi Jawa Pos Radar Semarang Kamis (21/10).
Baginya, seorang perempuan (apalagi seorang santri) haruslah memiliki keterampilan. Selain memberikan nilai plus untuk diri sendiri, itu juga bernilai ibadah. Karena mampu nguri-uri budaya. Selain itu, dalam melakukan usaha juga ada kaitannya dengan ilmu agama yang telah diperoleh dari pesantren.
“Seperti membuat batik ini. Kita butuh kesabaran, keikhlasan, ketekunan, ketelitian, dan ketelatenan. Hal itu juga diajarkan dalam Islam. Bahwa muslim itu hendaknya memiliki sifat-sifat itu. Terlebih, dengan membatik, kita bisa mengamalkan ilmu yang didapat,” ungkap perempuan yang juga pernah nyantri di Ponpes Al Muayyad Solo ini.
Lebih lanjut, dalam melakukan usahanya Bu Umi lebih mengarah ke edukasi. Ia senang memberikan pelatihan dan mengampanyekan kepada masyarakat sekitar agar selalu nguri-uri budaya batik ini.
Meskipun santri, bukan hal mustahil jika harus menjadi pengusaha. Selain itu, berbisnis bukan hanya untuk tujuan mencari materi saja. Bu Umi lebih ingin melakukan pemberdayaan kepada masyarakat serta diniati sebagai ibadah.
“Saya sangat mendukung jika ada santri yang terjun ke entrepreneurship. Jadi, kita bisa menepis bahwa seorang santri itu tidak hanya bisa mengaji saja. Melainkan bisa menciptakan lapangan kerja melalui ilmu yang didapatkan di pondok pesantren,” ujarnya dengan ramah.
Ia berharap, agar santri masa kini tidak hanya pandai dalam imtaq (iman dan taqwa). Melainkan, mampu dalam iptek (ilmu pendetahuan dan teknologi). “Meski santri, jangan sampai gaptek. Tetap kejar ilmu lainnya juga,” tandasnya. (dev/ida)