
RADARSEMARANG.ID, KENDAL – Politeknik Industri Furniture dan Pengolahan Kayu (Polifurneka) dituntut untuk bisa melakukan riset dan berkolaborasi dengan industri. Sehingga keberadaan Polifurneka tidak kembali pada visi akademisi tapi praktik untuk melayani.
Tenaga Ahli Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Mujiyono mengatakan, politeknik Furnitur harus bisa melayani kebutuhan industri, terutama yang ada di Kawasan Industri Kendal (KIK). Ada kesempatan emas untuk merebut kepercayaan Industri.

“Banyak peluang yang bisa didapat oleh lulusannya. Mengingat saat ini masih minim pengembangan furniture di Indonesia,” katanya saat memberikan sambutan pada wisuda pertama Polifurneka, Kamis (25/11).
Ia menambahkan nilai ekspor furnitur Indonesia masih rendah. Baru mencapai 2 miliar Dolar Amerika. Masih kalah dengan Negara Vietnam yang sudah mencapai 6 miliar Dolar Amerika.

Padahal, Indonesia kaya akan bahan baku. Dengan adanya Polifurneka harus bisa menunjang SDM. Sehingga bisa merebut pasar Internasional.
“Sehingga Ekspor Furnitur Indonesia bisa mencapai minimal 5 miliar Dolar Amerika atau Rp 75 triliun,” tambahnya.
Direktur Polifurneka Tri Ernawati sudah menjalin kerjasama dengan 69 perusahaan industri di Jawa dan luar Pulau Jawa. Yakni untuk menyalurkan lulusan Polifurneka maupun pegembangan SDM. Selain itu melakukan MoU dengan Brown University yang difasilitasi Pemerintah Swiss. Yakni dalam pengembangan kurikulum, join riset, peningkatan SDM para dosen Polifurneka.
“Kami akan terus berkomitmen melahirkan sumber daya yang siap untuk bersaing,” akunya. (bud/fth)