
RADARSEMARANG.ID, Semarang – Sebanyak 106 anak Indonesia terjangkit penyakit langka Cornelia de lange Syndrome (CdLS). Gangguan langka ini menyerang sejak dalam kandungan. Biasanya orang yang terkena akan mengalami keterlambatan berpikir, fisik tidak lengkap, dan gangguan organ dalam.
Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui kelainan CdLS. Bahkan orang tua dari mereka, ada yang mengurung anaknya di rumah. Padahal, jika salah penanganan bisa menyebabkan kematian.

Kampanye peduli CdLS akhirnya datang. Salah satunya dari Arto Biantoro dan Soegijapranata Catholic University (SCU). Anak dari mendiang Kris Biantoro ini melakukan Xtreme Impact untuk penggalangan dana.
Ia melakukan gowes Jakarta-Semarang menempuh jarak 480 kilometer. Tujuannya untuk membantu anak-anak yang terkena kelainan ini.

“Kegiatan ini bertujuan untuk menyosialisasikan CdLS ke semua tempat yang disinggahi. Termasuk lewat media sosial sehingga mereka semakin dikenali dan untuk memperpanjang masa hidup anak-anak CdLS,” kata Arto saat ditemui dalam kegiatan sosialisasi CdLS di SCU, kemarin.
Rektor SCU Ferdinandus Hindiarto mengatakan, anak-anak penyandang CdLS perlu mendapat perhatian. Pihaknya mengaku kampusnya memegang tinggi semangat Talenta Pro Patria et Humanitate untuk ikut berpartisipasi dalam kemanusiaan.
Menurutnya SCU akan membantu dari segi riset dan pengecekan sampel DNA. Sehingga tidak perlu mengirim sampel keluar negeri lagi. Selain dapat memangkas biaya, hasilnya juga akan lebih cepat keluar. Sebanyak 11 anak penyandang CdLS turut hadir dalam kegiatan sosialisasi. Diharapkan dapat membangun rasa empati dan turut membantu mereka.
“Harapannya, keterlibatan ahli pangan, dokter anak dan psikolog mampu membuka jalan bagi penelitian lanjutan, sehingga jalan panjang yang dilakoni para orang tua anak dengan CdLS mendapat dukungan dari semua pihak,” ungkapnya.
Sementara Founder Yayasan CdLS Indonesia sekaligus orang tua peyandang CdLS, Koko Prabu mengaku komunitas ini terbentuk berawal dari keprihatinannya terhadap orang tua yang mempunyai anak pengidap CdLS. Termasuk anaknya yang kini berusia 23 tahun.
Pihaknya mengaku komunitas yang sudah berdiri sejak 2008 ini akan memberikan konsultasi pada orang tua, mencarikan donatur untuk susu dan popok sekali pakai.
Koko Prabu berharap dengan sinergi bersama bisa menjadi awal dalam upaya pencegahan kelainan CdLS. Sekaligus memberikan angka harapan hidup lebih panjang. Pihaknya juga berharap pemerintah lebih memperhatikan penyandang kelainan ini.
“Karena yang lahir berhak untuk hidup. Tujuan jangka panjang kampanye ini adalah mencapai akses yang adil terhadap diagnosis, pengobatan, perawatan kesehatan, jaminan sosial, dan peluang sosial bagi penyintas CdLS. Harapannya pemerintah juga turut membantu,” akunya. (kap/ida)