
RADARSEMARANG.ID, WONOSOBO – Kabupaten Wonosobo memiliki keanekaragaman kuliner khas di setiap wilayah. Namun upaya untuk tetap mempertahankan kuliner khas ini tidak mudah. Butuh upaya kuat dari seluruh perangkat agar kuliner tetap eksis di masyarakat.
Wakil Bupati Wonosobo Muhammad Albar menjelaskan, fenomena pergeseran kuliner ini sudah lama terjadi di Wonosobo. Banyaknya kuliner dan makanan cepat saji menghiasi berbagai pelataran penjual. Sehingga membuat makanan khas asal kota dingin ini semakin terpinggirkan dan ditinggalkan oleh masyarakat.

“Sekarang anak-anak kita lebih banyak mengenal fried chicken, ataupun sushi daripada kuliner asli warga kita,” terangnya saat memberikan sambutan di acara bedah buku Mustika Rasa karya Ir. Soekarno yang diadakan Komunitas Jurnalis Wonosobo (KJW) di Pendopo Kabupaten Jumat (10/3).
Padahal banyak kuliner yang juga dimiliki oleh masyarakat di Wonosobo. Keanekaragaman kuliner ini, menurut Albar, mesti dipertahankan agar tidak cepat hilang dengan kedatangan kuliner baru dari luar.

Menurut Penggagas Cagar Kuliner Wonosobo Sigit Budhi Martono, saat ini memang banyak dari kuliner khas yang telah hilang. Hal ini disebabkan karena banyaknya serbuan makanan yang datang dari luar.
“Padahal kalau kita menilik sejarah, kuliner di tempat kita dijadikan sebagai budaya masyarakat. Kenapa masyarakat Wonosobo menyebut makan itu madhang. Karena dari hasil makan itu membuat pikiran jadi padhang. Kita terbiasa kuliner dijadikan sebagai tempat untuk teman saat berkumpul, karena memang budaya kita tidak bisa jauh dari kuliner,” katanya menjelaskan.
Namun saat ini dengan banyaknya ragam makanan instan yang tersaji, membuat pergeseran budaya juga mulai terjadi. Makanan lokal mulai menghilang dan diganti dengan makanan cepat saji dan serba instan. Untuk menyelamatkan beragamnya kuliner di Wonosobo itu ada tiga cara yang musti dilakukan. Yakni dengan melakukan identifikasi, revitalisasi, promosi kembali. (git/ton)