26 C
Semarang
Minggu, 4 Juni 2023

Oknum Polisi Terlibat Suap dan Percaloan Rekrutmen Bintara Polri Akhirnya Dipecat

Artikel Lain

RADARSEMARANG.ID, SEMARANG – Setelah mendapat banyak sorotan, lima oknum anggota Polda Jawa Tengah yang terlibat praktik suap dan percaloan pada Penerimaan Bintara Polri Tahun 2022 akhirnya dipecat. Padahal sebelumnya, kelimanya hanya dijatuhi sanksi minta maaf dan demosi atau penurunan jabatan oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

Belakangan selain sanksi kode etik, mereka juga bakal disanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias dipecat. Tak hanya itu, kelimanya juga akan dijerat pasal pidana.

Kabidhumas Polda Jateng Kombes Polda Iqbal Alqudusy mengungkapkan, seluruh sanksi yang diberikan hanya bersifat rekomendasi. Pihaknya menyebutkan, Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mempunyai wewenang untuk menolak rekomendasi dari KKEP.

“Rekomendasi keputusan diberikan pada kapolda. Dalam hal ini beliau mempunyai wewenang untuk menolak,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Semarang, Minggu (19/3).

Lima oknum yang terlibat tersebut adalah Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z dan Brigadir EW. Kabidhumas menyampaikan, rencananya akan dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat setelah dilakukan sidang oleh Kapolda Jateng pada Senin (20/3) hari ini.

“Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi akan memimpin sidang dan menjatuhkan hukuman PTDH tehadap lima personel yang terlibat KKN itu,” bebernya.

Lima oknum yang terlibat tersebut diduga kuat sebagai aktor suap dan percaloan dalam proses seleksi penerimaan Bintara Polri tersebut. Setelah menjalani sidang dan di-PTDH, mereka akan diupacarakan yang rencananya dilaksanakan pada Rabu (22/3) lusa. “Rencananya, terhadap yang bersangkutan akan langsung diupacarakan bersama-sama dengan anggota yang di-PTDH dalam kasus yang lain,” jelasnya.

Seperti diketahui, lima oknum anggota Polda Jateng tersebut terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Divisi Propam Mabes Polri terkait dugaan praktik suap dan percaloan pada penerimaan Bintara Polri Tahun 2022 pada Agustus tahun lalu. Mereka saat ini juga menjalani proses penyidikan pidana yang dilakukan oleh anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng. “Prosesnya sudah berjalan.

Penyidik juga mengumpulkan bukti-bukti tambahan atas aksi KKN yang mereka lakukan itu. Sesuai yang tercantum dalam pasal 184 KUHAP. Alat-alat bukti itu yang saat ini dikumpulkan dan diperkuat oleh penyidik,” katanya.

Iqbal menjelaskan, proses penyidikan secara kode etik sudah dilaksanakan terhadap kelima pelaku. Bahkan, penyidikan juga telah dilakukan proporsional, bergantian antara penyidikan secara kode etik dan penyidikan secara pidana. Sekarang ini, kelima pelaku menjalani pemeriksaan atas pidana yang mereka lakukan.

“Penjatuhan sanksi disiplin dan sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan. Hal ini sesuai pasal 12 ayat (1) PP 2/2003 jo pasal 28 ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 14/2011. Oleh karena itu, proses pidana tetap harus jalan,” jelasnya.

Ia menjamin kasus tersebut akan diungkap tuntas sesuai aturan yang berlaku. Hal ini juga dilakukan untuk menegakkan prinsip Bersih, Transparan dan Akuntabel (BETAH) dalam proses rekrutmen anggota Polri. “Siapapun yang menjalankan aksi curang dalam proses rekrutmen akan ditindak dengan tegas,” katanya.

Kabidhumas menambahkan, kasus tersebut merupakan kejadian OTT yang dilaksanakan Divisi Propam Mabes Polri. Pengungkapan ini adalah prestasi sebagai penegak etika dan disiplin serta dalam rangka menjaga marwah Polri.

“Kami apresiasi dan menjadikan refleksi kita untuk lebih memperketat pelaksanaan dan sosialisasi rekrutmen di Polda Jateng berikutnya,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sanksi terhadap lima anggota Polda Jateng yang terlibat praktik suap dan percaloan pada Penerimaan Bintara Polri Tahun 2022 dinilai sangat ringan.

Sanksi minta maaf dan demosi atau penurunan jabatan yang dijatuhkan Komisi Kode Etik Polri (KKEP) tak sebanding dengan perbuatan mereka yang jelas-jelas menerima uang suap hingga miliaran rupiah.

“Itu sanksinya terlalu ringan. Karena ada keputusan lain, yang soal percaloan, suapnya diberhentikan,” kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso kepada Jawa Pos Radar Semarang, Senin (14/3).

Karena itu, ia mendesak kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan peninjauan kembali putusan tersebut berdasarkan ketentuan Perkap Nomor 7 Tahun 2022 pasal 83 terkait Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Kami mendesak (oknum Polri tersebut) diperiksa kembali dengan putusan dipecat dan diproses pidana,” tegasnya.

Sugeng sudah menduga sejak awal, kelima oknum anggota Polda Jateng yang terlibat kasus suap tersebut bakal mendapat sanksi ringan. Pihaknya juga menganggap kepolisian terpaksa melakukan penanganan kasus tersebut lantaran terbongkar oleh IPW.

“Kalau hukuman ini, saya sudah menduga. Menduganya begini. Mereka itu sebetulnya tadinya mau diam-diam. Dugaan saya, mereka tidak ditindak. Tetapi IPW ternyata membongkar kasus tersebut. Jadi, mereka terpaksa harus memeriksa dan menyidangkan, karena sudah diakui,” katanya.

Lima anggota Polda Jateng yang terlibat kasus tersebut adalah Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z dan Brigadir EW. Mereka terjaring OTT Divisi Propam Mabes Polri terkait kasus tesebut pada Juni-Juli 2022. Namun hal tersebut tidak disampaikan ke publik.

“Ada suatu upaya mereka diamankan. Diamankan dalam arti supaya aman. Ternyata kan dibongkar oleh IPW,” sambungnya.

Menurutnya, kasus ini sangat mencederai institusi Polri, utamanya Polda Jateng. Alasannya, perbuatan KKN maupun penyuapan ini berdampak negatif karena dianggap tidak menghasilkan calon anggota Polri yang baik.

“Efeknya, kita tidak bisa mendapatkan calon polisi yang baik. Karena dari awal sudah dimintai uang,” katanya.

Sedangkan dampak internal, lanjut dia, dapat menimbulkan aktor-aktor lainnya untuk melakukan perbuatan sama. Sebab, sanksi yang dijatuhkan sangat ringan dan dimungkinkan tidak memberikan efek jera. Sehingga sangat rentan ditiru oleh oknum-oknum lainnya.

“Bisa jadi, ke depannya akan terjadi suap-menyuap, memeras, pungli. Itu akan menjadi kebiasaan tetap, termasuk percaloan. Jadi, dianggap biasa saja. Sangat memprihatinkan kalau institusi polisi membiarkan seperti ini. Karena tidak dipecat,” tegasnya. (mha/aro)


Baca artikel dan berita terbaru di Google News


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya