28 C
Semarang
Jumat, 24 Maret 2023

Taj Yasin Maimoen, Santri yang Jadi Wakil Gubernur Jateng

Santri Berkewajiban Untuk Terus Berjihad

Artikel Lain

RADARSEMARANG.ID, WAKIL Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen adalah santri yang menjadi pejabat. Tak heran, dalam kesehariannya, pria kelahiran Sarang, Rembang pada 2 Juli 1983 ini lebih sering memakai peci dan sarung ketika bekerja. Ya, Taj Yasin memang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan birokrat-birokrat lainnya.

Taj Yasin yang datang dari latar belakang santri, tak bisa lepas dengan penampilan yang “nyantri.” Taj Yasin mengenakan “resmi” seperti seragam ASN atau jas hanya pada saat-saat tertentu saja, seperti pada hari Senin atau ketika ada rapat paripurna. Selebihnya, lebih sering dijumpai mengenakan kostum nyantrinya.

Saat ditemui koran ini di rumah dinasnya, Jumat (21/10), Gus Yasin –sapaan akrabnya– bercerita mengenai asal usul Hari Santri Nasional (HSN) yang diilhami oleh resolusi jihad KH Hasyim Asyhari.

Menurutnya, HSN ini wujud apresiasi pemerintah terhadap turut andilnya para santri dalam kemerdekaan Indonesia. Harapannya, jihad dari para ulama terdahulu ini diteruskan oleh para santrinya.

“Artinya apa? Para kiai dan ulama itu ketika menyuarakan resolui jihad atau hari santri ini ditetapkan tentu menjadi kewajiban dari kita, estafet para ulama yang ikut mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia harus diteruskan,” jelas orang nomor dua di Jateng ini.

Gus Yasin mengaku, ada perbedaan dari proses pembelajaran di pesantren dulu dan sekarang. Ketika dulu santri hanya fokus pada ilmu agama, saat ini mereka juga harus bisa mengimbangi dengan kondisi di dunia luar pesantren. Misalnya, dengan bentuk apresiasi pemerintah yang juga menjadikan para santri untuk masuk dalam lembaga pemerintahan, baik legislatif dan eksekutif. Mereka juga harus bisa melakukan yang terbaik atas apresiasi tersebut.

Baca juga:  Penanganan Covid-19 di Pesantren Butuh Pendekatan Khusus

Dikatakan, seiring berkembangnya zaman dan teknologi, pesantren juga turut mengembangkan keilmuannya dengan hadirnya sekolah formal. Tidak hanya fokus di bidang agama, melainkan juga di bidang sains, teknologi, kewirausahaan, dan lainnya.

Ketika santri dahulu banyak berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, santri zaman sekarang perjuangannya pun berbeda. Tak lagi berjuang menggunakan senjata atau face to face, melainkan dengan menjadi sosok panutan atau role model bagi generasi milenial. Santri telah masuk di seluruh sendi kehidupan berbangsa, termasuk menduduki puncak tertinggi negara ini.

Menurutnya, santri harus berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia, khususnya di Indonesia. “Santri ini juga harus paham bagaimana memerangi nafsu dunia dan memulihkan perekonomian. Misalnya, ada peperangan dalam sektor ekonomi, sebisa mungkin kita ikut andil di situ,” katanya.

Suami dari Nawal Nur Arafah ini mengenang, selama menjadi santri, ia juga pernah mendapatkan sanksi karena melanggar peraturan. Berbeda dengan sekolah swasta, di mana anak dari pemilik donatur sekolah bisa dibebaskan dari hukuman. Menurutnya, di pesantren tidak ada penguasa atau donatur dan santri biasa. Semuanya sama rata.

Baca juga:  190 Santri Asing Mondok di Magelang

Meskipun Gus Yasin ini anak dari pemilik pesantren, ketika melanggar akan dihukum. “Setiap tahun saya itu pasti kena pelanggaran. Misalnya, karena terlambat masuk. Saya harus tawaf atau lari-lari keliling kelas dan itu dilihat oleh semua siswa yang ada di sekolah tersebut. Itu yang jadi pengalaman sendiri buat saya, dan saya juga menerima hukuman ini yang berlaku di pondok pesantren,” ceritanya.

Putra almarhum KH Maimoen Zubair ini lahir di lingkungan Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang. Seluruh jenjang pendidikannya dari Ibtidaiyah, Tsanawiyah, hingga Aliyah dihabiskan di Madrasah Ghozaliyah Syafi’iyah Sarang Rembang. Lulus pada 2001, Gus Yasin kemudian berangkat kuliah ke Universitas Ahmad Kaftaro, Damaskus, Suriah.

Selepas lulus, dia kemudian kembali ke Sarang dan mengajar di ponpes yang dibina ayahnya sembari berwiraswasta. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan untuk mengajar di ponpes.

Gus Yasin mulai terjun ke dunia politik saat bergabung di keluarga besar Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia terpilih menjadi anggota DPRD Jateng periode 2014-2019 dan akhirnya mendampingi Gubernur Jateng Ganjar Pranowo memimpin Jateng periode 2018-2023.

Baca juga:  Selamat Hari Santri Nasional, Berikut Rekomendasi Film Bertemakan Serunya Kehidupan Santri

Menurutnya, cinta negara ini sebagai bagian dari iman atau hubbul wathon minal iman. Sebagai santri, tentunya bisa dilakukan dengan berdakwah dan menyerukan kebaikan kepada masyarakat. Tak hanya ilmu agama, melainkan juga pengetahuan yang lain, sehingga juga bisa bersaing dengan masyarakat pada umumnya. “Jadi, pondasi dari para santri berjuang untuk negara ya itu hubbul wathon minal iman, artinya merdeka atau tidak merdeka kita diwajibkan untuk mencintai negara.

Di pondok pesantren saat ini juga disetarakan, mereka bisa mengembangkan, mengelola pendidikan formal, juga ada sekolah tentang mesin, kehutanan, teknologi, dan lainnya. Jadi, kita berjihad tidak hanya dalam cakupan agama saja,” paparnya.

Ia mengaku, masyarakat yang baik tergantung dari pemimpinnya. Misalnya, Gus Yasin menerapkan ilmu agama di lingkungan kantornya. Di lingkungan rumah dinasnya diwajibkan untuk berdzikir setelah salat maghrib. Kemudian di kantornya juga ada khataman dan pengajian rutinan oleh ibu-ibu.

“Perang atau tidak perang kita diwajibkan untuk memakmurkan bumi. Memakmurkannya itu bagaimana? Kalau dulu penafsiran para kiai untuk memakmurkannya ya dengan ngaji dan adanya pembelajaran-pembelajaran pendidikan keagamaan,” ujarnya. (kap/aro)


Baca artikel dan berita terbaru di Google News


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya