RADARSEMARANG.ID, Semarang – Landmark Lapangan Pancasila Simpang Lima akhirnya diresmikan Selasa (26/4) kemarin. Padahal pembangunan landmark ikon Kota Semarang tersebut sempat dua kali direvisi karena dianggap tidak sesuai. Karena landmark ini untuk mengembalikan sejarah Kota Semarang, yakni tahun 1969 lalu bernama Lapangan Pancasila.
“Hari ini kami meresmikan landmark ini sebagai tetenger kepada kecintaan dan kebanggaan kita sama NKRI dan Pancasila. Sekaligus mengembalikan sejarah Kota Semarang,” kata Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi saat meresmikan landmark tersebut Selasa (26/4).
Hendi menjelaskan, jika landmark kali ini punya konsep yang berbeda. Yakni, lebih hijau dengan tanaman dan merupakan bagian dari sebuah program gerakan lebih cinta dan peduli terhadap penghijauan. “Kami ingin membuat program gerakan kembali lebih cinta dan peduli dengan go green. Apalagi ini merupakan ruang publik,” jelasnya.
Dalam sejarahnya, Lapangan Pancasila diresmikan oleh Presiden Soekarno sebagai pusat alun-alun yang semula berada di kawasan Kauman. Sedangkan alun-alun di kawasan Kauman beralih fungsi menjadi pusat perdagangan.
Lapangan Pancasila dibangun pada 1969 di ujung jalan Oei Tiong Ham atau saat ini bernama Jalan Pahlawan. “Kita akan perbaiki taman di lapangan Pancasila. Tapi melihat kemampuan APBD dulu, saya ingin kulit luarnya diperbaiki agar lebih indah,” imbuhnya.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Semarang Ali menambahkan, landmark ini sempat melalui proses ganti desain sebanyak dua kali. Desain kali ini lebih ikonik dan sudah disetujui Wali Kota Semarang.
“Ada beberapa tokoh masyarakat, paguyuban organisasi, yang mengusulkan perubahan landmark dan mengirimkan surat ke kami. Pada 1969, tempat ini bukan Simpanglima tapi Lapangan Pancasila. Lalu kami lakukan perubahan landmark,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ali mengatakan, akan lebih mempercantik dengan menambah berbagai tumbuhan sesuai arahan Wali Kota Semarang untuk mendukung penghijauan. “Tahun depan kami anggarkan sesuai arahan Pak Wali Kota,” pungkasnya. (den/ida)