
RADARSEMARANG.ID – Sepeda Matahari Sangqu diproduksi di Sentra IKM Logam Semarang. Tanpa pedal, tapi menggunakan tenaga listrik dan tenaga surya. Penjualannya kini sudah menyasar hingga ke luar Jawa.
Adalah Kasmin Riyadi yang prihatin dengan makin menipisnya bahan baku BBM berupa fosil di dalam perut bumi. Diapun membuat sepeda matahari. “Jadi kita harus berlomba-lomba kreatif untuk mensiasati kendaraan di masa depan,” katanya.

Dia mulai riset 2021 lalu. Kemudian pertengahan tahun, masuk nominator Badan Riset Indonesia. “Melalui Startup Inovasi Masyarakat, kami dikenal di nasional,” jelas pria alumni Polines.
Sepeda ini diberi nama Sangqu. Karena diambil dari nama sangku yang merupakan tempat nasi, memiliki filosofi menaruh rizki. Yang kedua, itu nama kecil almarhum bapaknya. “Sayang beliau tidak bisa melihat karya kami,” ujar pria 42 tahun ini.

Menggunakan energi matahari dan energi listrik sebagai inspirasi masa depan. Selain mengurangi polusi, mengurangi konsumsi BBM, dan save charging. Sepeda Matahari Sangqu bisa menempuh jarak 48 kilometer tanpa sinar matahari. Namun ketika baterai habis dapat melakukan charging ke aliran listrik terdekat.
Dibekali empat baterai menghasilkan 12 volt. Dibuat dua minggu. Komponennya ada yang impor dan lokal. “Ini dijual Rp 12,5 juta,” katanya.
Sepeda ini tak kalah saing dengan produk luar. Dilengkapi dengan lampu depan, lampu dem, klakson, lampu sein depan dan belakang. Selain itu, memiliki SCC (Solar Control Charger) untuk mengisi daya baterai HP, indikator daya, dan speaker. Mampu menanggung beban 130 kilogram dengan kecepatan maksimal 25 km/jam.
Koran Jawa Pos Radar Semarang sempat melakukan uji coba sepeda Sangqu, Kamis (10/3). Hanya dinyalakan melalui stop kontak, hanya digas saja bisa langsung jalan untuk dikendarai.
Koran ini sempat merasakan oleng ketika posisi kecepatan tinggi. “Sepeda itu seharusnya beroda tiga atau rodanya lebih besar pasti tidak akan merasakan oleng. Kami akan terus mengembangkannya,” kata Kasmin.
Pihaknya sudah produksi 10 unit, dibeli di Cilacap, Medan, dan Wonosobo. “Kalau dari dinas atau pemerintah, menunggu legalitas. Kami dari IKM yang masih seadanya,” kata ayah satu anak ini.
Sementara ini, pihaknya masih proses merek. Sedangkan untuk memiliki hak paten masih jauh. “Nanti setelah hak merek, uji tabrak, lalu uji coba di kawasan. Banyak syarat untuk bisa sampai ke masyarakat,” katanya.
Selain itu, dirinya memproduksi eskavator dan alat penarik kulit kambing. Ia berharap dapat dukungan dari masyarakat. Selain itu, dimudahkan pemerintah dalam mengurus legalitasnya. “Karena baru datang dari China itu hanya sepeda listrik saja. Ini kami inovasikan dengan solar panel, selain itu tidak ada pedalnya,” tuturnya. (fgr/ida)