
RADARSEMARANG.ID, Semarang – Kebijakan pemerintah pusat berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 49 tahun 2018 mengenai Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) berimbas kepada pegawai non ASN di Kota Semarang. Apalagi rencananya, pada 2023 mendatang, non ASN akan dihilangkan.
Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Kota Semarang Abdul Haris mengatakan, jika pengursangan non ASN ini akan dilakukan bertahap sesuai dengan rekrutmen dari CPNS ataupun PPPK.

“Nanti akan dikurangi bertahap, misalnya ada yang masuk 12 ASN, non ASN yang keluar pun jumlahnya sama,” katanya belum lama ini.
Saat ini, total jumlah pegawai ASN di Kota Semarang tercatat ada 9.091 orang. Terdiri atas PPPK sebanyak 118 orang, sisanya merupakan pegawai PNS. Kota Semarang mendapatkan alokasi 1.241 untuk formasi CPNS, sementara formasi yang terisi 1.155 orang.

Sebenarnya, rencana pengurangan pegawai kontrak ini telah berlaku sejak 2018, dan pada 2023 harus tidak ada lagi pegawai non ASN. Khusus perekrutan PPPK, diberlakukan untuk pegawai di bidang pendidikan, kesehatan, dan pertanian.
”Evaluasi berkelanjutan akan terus dilakukan. Contohnya dalam memperhatikan kebutuhan maupun fasilitas prasarana dan sarana bagi pegawai ASN, serta analisa beban kerja, ” papar dia.
Menurut informais yang dihimpun koran ini, pada 2022 ini saja akan ada sebanyak 2.723 pegawai non ASN di lingkungan Pemkot Semarang yang diputus kontrak, yang rencananya akan dilakukan pada Maret mendatang. Jumlah terbanyak di Dinas Pendidikan (Disdik). Sebab, Disdik mendapat alokasi PPPK sebanyak 2.291 formasi.
Sebelumnya telah dikeluarkan surat evaluasi penggunaan pegawai kontrak. Dalam surat tersebut, kepala perangkat daerah wajib melaksanakan rasionalisasi atau pengurangan pegawai kontrak, kecuali kecamatan dan kelurahan.
“Jadi beralih saja, dari non ASN ke PPPK ataupun ke ASN,” kata Sekda Kota Semarang Iswar Aminuddin, belum lama ini.
Rasionalisasi penggunaan pegawai kontrak tidak dilakukan di seluruh OPD. Rasionalisasi hanya dilakukan di OPD yang mendapat jatah atau formasi dari PPPK dan CPNS tahun lalu. Contohnya Disperkim tidak mengurangi jumlah pegawai kontrak lantaran tidak mendapat formasi CPNS.
Mayoritas pegawai non ASN yang harus diberhentikan kontrak rata-rata berpendidikan terakhir D3 dan S1, sesuai dengan kualifikasi pendidikan CPNS ataupun PPPK yang masuk. Sementara kualifikasi pendidikannya SMA dan sederajat masih dipertahankan. Misalnya, pramusaji, pramu taman, petugas keamanan, pengemudi, dan tenaga lain.
Sementara itu, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jateng membuka peluang kemungkinan agar pegawai honorer dapat menjadi PPPK atau tenaga kegiatan di instansi tempatnya bekerja.
Kepala BKD Jateng Wisnu Zaroh mengatakan, sejak 2005, hal ini telah diatur dalam PP Nomor 48, tapi belum terlaksana dengan optimal. “Kami melihat Pak Menteri ini punya niat baik buat memperbaiki SDM di pemerintahan,” ujarnya saat ditemui Jawa Pos Radar Semarang di kantornya.
Di masa lampau, kata dia, praktik nepotisme masih banyak terjadi. Seleksi untuk bekerja di pemerintahan juga belum seketat dan seterbuka saat ini. Sehingga banyak tenaga honorer yang dipekerjakan di instansi pemerintahan, tidak memiliki kompetensi mumpuni di bidang tersebut.
Pada 2023, lanjutnya, akan menjadi masa transisi pemberhentian pegawai honorer secara bertahap. Di tahun berikutnya hanya ada PNS dan PPPK. Lalu sisanya merupakan tenaga kegiatan dan juga pekerja outsourcing dalam instansi pemerintahan.
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Jateng sudah memahami kebijakan tersebut. Tak ada persiapan khusus untuk peralihan pegawai honorer. Namun, menurutnya, ada peluang besar bagi mereka yang kompeten untuk mengikuti seleksi PPPK di tahun selanjutnya, meski jumlahnya terbatas.“Tes PPPK kan memang nggak mudah, tapi kalau betul-betul kompeten saya yakin bakal lolos,” kata Wisnu.
Ditambahkan, ada kemungkinan untuk dibukanya tenaga kegiatan. Karena di beberapa instansi pemerintahan sudah banyak yang merekrut tenaga kegiatan. Biasanya kontrak yang ditandatangani berlaku selama 11 bulan. Lalu diperpanjang saat masa kontrak kerja habis.
Tenaga kegiatan yang cukup familiar di Diskop UKM, yakni pendamping UMKM. Ia menilai pendamping UMKM benar-benar kompeten di bidangnya. Sehingga kinerjanya sangat diandalkan, dan masa kerja terus diperpanjang.
Untuk mereka yang tidak terserap di PPPK maupun tenaga kegiatan, Wisnu tengah menyiapkan skenario pelatihan. Para pegawai honorer akan difasilitasi pelatihan, baik kompetensi diri maupun kewirausahaan. Namun hal ini masih tahap perencanaan.
Saat ini, pegawai honorer banyak berada di Diskominfo Jateng dan Bapenda. Sedangkan DKP Jateng sudah menggunakan tenaga kegiatan. Rumah sakit menggunakan tenaga kesehatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dan sektor pendidikan menggunakan Guru Tidak Tetap (GTT) yang sebagian besar telah diterima PPPK beberapa waktu lalu. “Pemprov kita ini menurut saya termasuk lebih taat aturan dan transparan,” ujarnya.
Data pada 2020 mencatat sebanyak 36 ribu pegawai di Jateng merupakan GTT, BLUD, outsourcing, dan pegawai honorer. Dengan ditiadakannya pegawai honorer, pemerintah daerah tak perlu mengeluarkan dana APBD untuk menggaji mereka. Karena itu, para pegawai honorer perlu mempersiapkan diri sejak sekarang dengan konsekuensi yang terjadi di masa mendatang. Ia juga menjelaskan tak ada kebijakan yang mengatur soal pesangon untuk mereka. (den/taf/aro)