
RADARSEMARANG.ID, Semarang – Unit IDIK Satreskrim Polrestabes Semarang mencatat aduan kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat. Hingga pertengahan 2021 tercatat 83 aduan diterima. Sedangkan pada 2019 sebanyak 75 dan 2020 sejumlah 83 laporan.
“Paling banyak, kami menerima aduan KDRT, lalu persetubuhan dan pencabulan pada anak,” jelas AKP NI Made Srinitri, kanit Idik VI Satreskrim Polrestabes Semarang kepada Jawa Pos Radar Semarang.

Ia mengakui permasalahan yang ditemui di lapangan sangat kompleks. Sehingga pihaknya perlu uluran tangan dan bekerja sama dengan banyak pihak. Menanggapi permasalahan tersebut, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang mempertegas perlindungan perempuan dan anak dengan merangkul mitranya.
DP3A Kota Semarang menggelar Focus Grup Discussion (FGD) di Hotel Plaza Semarang Selasa (14/9/2021). Mitra yang dilibatkan mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Polrestabes, Kemenag, LBH, TP PKK, hingga LPPM di sebagian perguruan tinggi di Semarang. Pihaknya menerima segala masukan untuk mengatasi masalah tersebut.

“Kita diskusikan bersama. Kita uraikan masalah apa saja untuk dicari jalan keluarnya,” ucap Laily Widyaningtyas, kabid Pemberdayaan Perempuan DP3A Kota Semarang.
Ada lima poin utama yang diulas dalam forum tersebut. Mulai dari kemandirian finansial perempuan, kesehatan ibu dan anak, KDRT, pernikahan usia anak, hingga pekerja anak. Dia katakan, muara permasalahan berakar pada ketahanan keluarga.
Oleh karenanya ia menegaskan kembali agar Kemenag membekali calon pasangan dengan cukup ilmu pada bimbingan pra nikah. Dalam hal itu, berbagai stakeholder bersedia menjadi fasilitator untuk calon pasangan. Sehingga hal-hal yang buruk tidak terjadi saat berumah tangga.
Pada dosen peneliti dari perwakilan kampus pun siap mengedukasi dan menerjunkan mahasiswanya dalam hal isu ini. Diakuinya, ada banyak dosen gender vocal point yang ada di perguruan tinggi. Mereka memiliki kapasitas untuk mengisi webinar. “Di kampus kami juga sudah menjalankan KKN berbasis gender,” ujar Titik Rahmawati dari Pusat Studi Gender dan Anak UIN Walisongo. (taf/ida)