“Vonis gugatan PMH di tingkat pertama PN Semarang tidak diterima. Makanya kami akan ajukan banding, memori banding sudah disusun dan diajukan ke PT Jateng,” kata salah satu kuasa hukum Bimo, Andreas Hijrah Aerudin, saat dikonfirmasi Jawa Pos Radar Semarang Rabu (28/8).
Bimo merupakan warga Jalan Menoreh, Sampangan, Kata Semarang, menggugat karena bisnis batubara yang dikerjakannya mengalami kerugian sekitar Rp 2 miliar. Adapun kejadiannya bermula pada September 2013, Bimo diajak kerja sama di bidang batubara dengan Kombes Wahyu Handoyo yang mengaku memiliki usaha sendiri. Kemudian pada 31 Oktober 2013 keduanya bersepakat dan tertuang di perjanjian tertanggal 28 Januari 2014 di notaris Sugiharto. Bimo sepakat memberi modal Rp 2 miliar untuk mengembangkan usaha milik mantan Kapolres Tegal itu.
Secara bertahap uang diberikan. Sedangkan, Wahyu wajib memberikan keuntungan 5 persen dan diberikan selambat-lambatnya tanggal 5 setiap bulannya sejak Desember sampai Mei 2014. Pertengahan 2014, Wahyu pernah mentransfer Rp 100 juta ke rekening penggugat. Sejak saat itu mantan Wakil Direktur (Wadir) Direktorat Tindak Pidana Kejahatan Siber (Dit Tipidsiber) Bareskrim Polri itu tak pernah lagi memberi. Selanjutnya, setelah dilakukan pengecekan di lapangan tentang kebenaran bisnis batubara, faktanya tidak ada bisnis batubara.
“Atas kasus itu, kami tetap pada gugatan. Kalau poin inti gugatan karena tergugat melakukan PMH,” sebut Andreas.
Dalam amar putusan dengan nomor perkara: 293/ Pdt.G/2018/P N Smg, majelis hakim PN Semarang yang dipimpin, Andi Astara, didampingi dua hakim anggota, Manungku Prasetyo dan Pudji Widodo, dalam putusannya menyampaikan, dalam eksepsi, menerima eksepsi tergugat I. Sedangkan dalam pokok perkara, menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). (jks/zal)