
RADARSEMARANG.ID, SEMARANG-Persoalan kesejahteraan petani tembakau di Jawa Tengah masih belum bisa teratasi. Pemerintah masih belum memihak, dengan belum adanya kejelasan terkait harga di pasaran. Satu sisi, tembakau dikuasai tengkulak yang membuat harga seringkali dipermainkan.
Ketua Fraksi PKB DPRD Jateng, Hendri Wicaksono mengatakan bahwa Jateng merupakan salah satu sentra penghasil tembakau berkualitas. Mulai dari Kendal, Temanggung, Wonosobo yang menjadi pusatnya. Tetapi, masalah harga tembakau selalu rumit dan tak pernah ada campur tangan pemerintah. “Ini ironis, keberadaan tembakau dibutuhkan tetapi yang menanam tidak diperhatikan kesejahteraanya,” katanya.

Ia menambahkan, pemerintah tak bisa intervensi mengingat belum ada regulasi khusus terkait dengan hal itu. Akhirnya tengkulak selalu bermain seenaknya, dan mengorbankan petani tembakau. Tidak jarang, mereka berhutang untuk menanam tembakau. “Tapi ketika musim panen, harga murah membuat penghasilan hanya cukup membayar tengkulak atau bahkan masih kurang,” ujarnya.
Hendri menambahkan, sebenarnya sudah ada Undang-Undang Tembakau yang nyatanya masih terus digodok sampai sekarang. Ia berharap aturan tersebut bisa menjadi pelindung agar petani tembakau tak terkecuali di Jateng mendapatkan kesejahteraan. “Pemerintah daerah sebenarnya bisa mengintervensi misalnya dengan Peraturan Bupati, tapi belum banyak dilakukan. Butuh komitmen bersama untuk mewujudkan semua itu,” tambahnya.

Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Khafid Sirotudin, tidak menampik ada diskriminasi dalam penerapan peraturan yang berkaitan dengan pajak terhadap rokok dan tembakau. Hal itu terlihat dengan adanya pajak ganda yang dilakukan oleh pemerintah. “Industri kena pajak, dan penjualan juga dikenakan pajak,” katanya.
Ia menambahkan, rokok dan tembakau sangat berperan besar terhadap penerimaan negara. Bahkan, hampir setiap tahun sektor tersebut menyumbang mencapai sekitar Rp150 triliun. Dan ironisnya, yang kembali ke masyarakat hanya 2 persen. “Ini juga menjadi sorotan, karena tidak sebanding dengan yang diterima masyarakat. Harus dievaluasi juga agar sama-sama diuntungkan,” tambahnya. (fth/ida)