
RADARSEMARANG.ID, SEMARANG – Menjelang berakhirnya masa kerja, DPRD Jateng terus mengebut menyelesaikan Raperda Perubahan atas Peraturan Daerah No 8/2012 tentang Ketenagalistrikan di Jawa Tengah. Dewan optimistis Raperda Perubahan ini akan selesai sebelum masa kerja berakhir pada awal September 2019 mendatang.
Ketua Komisi D DPRD Jateng, Alwin Basri mengatakan, Raperda Perubahan Perda Ketenagalistrikan Jateng saat ini sudah sampai pada babak akhir penyelesaian. Setelah uji publik, pihaknya melanjutkan melakukan konsultasi akhir ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI. “Agustus ini kami optimistis bisa rampung,” katanya.

Ia menambahkan, konsultasi akhir di Kemendagri, ada empat poin yang kami diskusikan dan semuanya terjawab. Pertama, terkait muatan lokal dalam raperda, sampai sejauh mana peran serta atau kewenangan SKPD diperbolehkan dalam penyediaan listrik di wilayah yang masih belum terjangkau PLN. Kedua, terkait kewenangan penerbitan izin usaha jasa penunjang untuk usaha pengujian dan pemeriksaan bidang instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan rendah yang mayoritas sahamnya PMDN (penanam modal dalam negeri). Jawabnya antara kewenangan pusat dan propinsi.
Ketiga, terkait jangka waktu sertifikat laik operasi (SLO), khususnya untuk instalasi pemanfaatan tenaga listrik, dalam raperda diberikan paling lama 15 tahun dan dapat diperpanjang dalam waktu yg sama, sementara dalam peraturan menteri ESDM nomor 38 tahun 2018 tentang tata cara akreditasi dan sertifikasi ketanagalistrikan pasal 53 ayat 2, untuk jangka waktu 10 tahun dan dapat diperpanjang. Jawabnya SLO harus 10 tahun. “Terakhir masalah model pengaturannya dengan kewenangan yang dimiliki pihak pemerintah provinsi, jika suatu pemerintah kabupaten/kota ingin menggandeng pihak-pihak swasta untuk melakukan investasi dalam rencana pembangunan pembangkit listrik di wilayahnya,” tambahnya.

Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng, Hadi Santoso, mengatakan, untuk penanganan kepada masyarakat yang belum teraliri listrik di daerah terpencil, harus dilakukan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebelum BUMD siap beroperasi. Namun, masukan dari Kemendagri mengharapkan secara regulatif tetap menggunakan BUMD nonprofit untuk pelayanan kepada masyarakat. “Akan kita diskusikan kembali. Saya punya keyakinan ketika penyampaian dan substansinya dijelaskan dengan baik, nanti tetap akan diperbolehkan,” katanya.
Hadi menambahkan kondisi masyarakat yang belum teraliri listrik di Jateng bukan berupa daerah kepulauan. Selain itu juga bukan daerah padat yang mempunyai implikasi kepada masyarakat banyak sehingga bisa diupayakan ditangani menggunakan BUMD pelayanan. Di Jateng itu sangat spesifik karena ngeblok hanya 20 atau 15 penduduk yang kemudian tidak teraliri. “Sehingga, kami punya keyakinan bahwa nanti tetap akan bisa dilakukan oleh SKPD. Nah, itu yang kemudian kami akan memasukkan kembali difasilitasi nanti dengan memberikan penjelasan,” tambahnya. (fth/bas)