
RADARSEMARANG.ID, SEMARANG – Sebanyak enam tempat karaoke di kawasan Pasar Johar relokasi Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) akan dibongkar akhir Agustus ini. Enam tempat karaoke tersebut selain tidak mengantongi izin, juga mendapat protes dari Remaja MAJT serta Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Kota Semarang. Mediasi tersebut digelar di kantor Satpol PP Kota Semarang, Senin (5/8).
Kepala Satpol PP Kota Semarang Fajar Purwoto mengatakan, jika pemilik lahan dari enam tempat karaoke di kawasan MAJT ternyata tidak mengetahui penggunaan dari lahannya. “Mereka (pengelola) itu kan menyewa, ternyata pihak pemilik lahan tidak menghendaki adanya karaoke, maka menyurati kami meminta untuk dirobohkan,” ujar Fajar.

Pihak pemilik lahan yang notabene milik perorangan tersebut baru mengetahui jika lahannya disewa untuk aktivitas hiburan karaoke. “Kita masih proses pengkajian dengan Dinas Penataan Ruang (Distaru) Kota Semarang, untuk waktu tepatnya dibongkar,” kata Rian, sapaannya.
Sementara itu, untuk penanganan 10 karaoke yang lain dalam pertemuan tersebut baru dicapai kesepakatan. Mereka diperkenankan buka dengan beberapa persetujuan ke dua belah pihak, yaitu Remaja MAJT dan pihak pengelola karaoke.

Poin kesepakatan kedua belah pihak tersebut, yaitu dilarang ada prostitusi dan peredaran miras di karaoke. Kemudian pihak pengelola karaoke diminta mentaati hukum dengan mengurus legalitas.
“Juga akan dilakukan silaturahmi antara pengelola karaoke dengan takmir dan pengelola MAJT,” katanya.
Ditambahkan, pihak remaja dan pengelola MAJT juga akan memberikan pembekalan agama kepada para penghuni karaoke. Pemberian bekal agama atau tausiyah akan dilakukan dua kali dalam satu bulan. “Akan dilakukan monitoring seminggu sekali oleh Satpol PP, Polrestabes Semarang, dan remaja masjid,” katanya.
Jam operasional juga dibatasi, yaitu mulai pukul 20.00 hingga 02.00. “Jika dalam monitoring ternyata didapati menjual miras, maka akan langsung kami tutup,” katanya.
Kesepakatan tersebut juga diamini oleh pihak Ketua Asosiasi Pengusaha Karaoke MAJT, Pingit Mahanani.
Dikatakan Pingit, selama ini pihaknya juga sudah melakukan komunikasi intens mencari solusi dengan pihak pengelola MAJT. “Sebelum adanya ini (pertemuan) saya selalu berkomunkasi dengan pihak pengurus MAJT,” ujar Pingit.
Ia sendiri juga akan mengawal proses pelegalan dari karaoke tersebut. “Meski itu ada ditangan masing-masing pengusahanya, namun kita tetap akan mendorong supaya mengurus ijinnya,” katanya. Ia juga berjanji akan menutup sendiri operasional karaoke di sekitaran MAJT manakala tidak mematuhi kesepakatan tersebut.
Sementara itu salahsatu pemilik karaoke Widari, Tri Sinaga mengungkapkan jika peredaran uang di satu tempat dalam semalam bisa mencapai Rp 5 juta. “Perputaran uang bisa mencapai Rp 5 juta,” kata Tri. Ia pun juga berjanji akan melakukan pengurusan terkait perijinan.
Secara pribadi, dirinya menghormati kesepakatan tersebut. “Karena kita juga akan melebarkan sayap dengan membangun pemancingan di area tempat karaoke kita,” katanya. Untuk status tanah yang ia tempati merupakan sewa.
Adapun biaya sewa dalam satu tahun mencapai Rp 25 juta. “Kita tanahnya sewa dan pihak pemilik juga sudah mengijinkan jika akan didirikan karaoke,” katanya. Ia juga menyepakati jika di dalam karaoke miliknya nanti tidak akan ada praktik prostitusi dan perjudian.
“Seperti yang dituduhkan, kita tidak ada prostitusi dan perjudian,” katanya. Meski begitu, pihak Remaja MAJT yang hadir dalam pertemuan tersebut tetap akan melaporkan hasil pertemuan ke pihak pengelola MAJT.
“Kita akan laporkan terlebih dahulu ini hasilnya,” ujar Ketua Remaja MAJT, Anis Muchabak. Pada dasarnya, ia lebih menyoroti legalitas dan kekhawatiran akan adanya praktik prostitusi di tempat karaoke tersebut.
“Maka mereka harus sesuai dengan prosedur hukum yaitu berijin,” katanya. Ia juga mengaku siap nantinya akan memberikan pembekalan agama kepada para pnghuni karaoke di sekitaran MAJT.
Jika dilihat dari sisi lokasi karaoke, memang tidak ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengaturnya. Saat ini jarak dari karaoke dengan kawasan MAJT hanya beberapa ratus meter dari tanah yang dimiliki oleh MAJT.
“Di Perda, Perwal kita memang tidak ada yang mengatur tentang jarak dari hiburan karaoke dengan rumah ibadah,” kata perwakilan DPMPTSP Kota Semarang yang hadir dalam kesempatan itu, Suparno.
Selama ini pihaknya berpatokan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomer 24/2018 tentang perizinan yang berbasis sektor pariwisata, kemudian Permenpar nomor 10/2018 tentang 13 bidang ijin sektor pariwisata.
Juga Perwal nomor 27/2018 tentang pelimpahan Dinas Pariwisata kepada DPMPTSP untuk menangani izin pariwisata. “Untuk karaoke di bidang hiburan di dalam aturan mainnya karaoke diberikan izji apabila persyaratan yang harus dimiliki pelaku usaha,” katanya.
Di antaranya, identitas pemilik untuk mengajukan izin ada IMB. Kemudian keterangan tempat usaha apakah milik sendiri atau sewa. “Kalau sewa dibuktikan dengan perjanjian sewa, kemudian NPWP (nomor pokok wajib pajak), akta pendirian, surat pernyataan pemantauan lingkungan,” katanya.
Selain itu, pelaku usaha juga menyertakan company profile. “Yang tidak kalah penting yaitu rekomendasi dari Polrestabes Semarang. Itu dasar kami. Setelah lengkap kami verifikasi,” katanya.
Dikatakannya, pihak pengelola diminta untuk segera melakukan pengurusan izin. “Saat izin mudah, syarat-syarat tersebut dipenuhi kemudian tinggal online, izin sudah cepat,” katanya. Terkait jarak dengan tempat ibadah, yang diatur dalam perda hanya bar.
“Yang diatur itu karaoke dilarang menjual miras, yang boleh itu bar. Penjualan miras itu juga ada aturan khusus. Untuk bar sendiri ada aturan main, jadi bar boleh berdiri minimal 500 meter dari tempat ibadah atau lembaga kependidikan,” katanya. (ewb/aro)