31 C
Semarang
Minggu, 2 April 2023

Warga Minta IPAL Bermasalah Ditutup

Artikel Lain

RADARSEMARANG.ID, SEMARANG – Warga di Kampung Puntan Kelurahan Ngijo Kecamatan Gunungpati berharap operasional Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal di wilayahnya untuk diberhentikan atau ditutup. Harapan warga tersebut muncul menyusul keberadaan IPAL komunal justru meresahkan warga. IPAL mengeluarkan bau yang tidak sedap dan mencemari lingkungan.

Ketua RT 1 RW 1 Puntan Dony Anjar Styono menuturkan, bau yang dikeluarkan IPAL sangat menganggu warga sekitar.“Baunya tercium setiap hari. Memang tidak setiap saat. Hanya jam-jam tertentu yang menyengat. Biasanya pagi antara jam 06.00-09.00, sama sore sampai malam jam 16.00-20.00,” kata Dony ketika mendampingi petugas DLH Kota Semarang meninjau IPAL komunal tersebut, Rabu (31/7).

Air IPAL yang disalurkan dari bak penampungan, dibuang lewat paralon ukuran 4 inchi sepanjang puluhan meter, menuju sungai kecil. Sungai kecil itu berada di dekat permukiman. Sehingga bau busuk yang ditimbulkan menjadi makanan setiap hari warga sekitarnya.

Pantauan di lapangan, kondisi air yang keluar dari IPAL komunal tersebut berwarna hitam. Selain itu, juga memiliki bau yang sangat menyengat. Air hitam dari limbah IPAL tersebut juga mangalir ke persawahan sekitarnya.

Baca juga:  Krisis Tukang Bangunan, Pengerjaan IPAL RPH Kertoharjo Lambat

“Petani yang di bawah sana, yang sawahnya dialiri air sungai ini, katanya padinya pada gapuk (tidak ada isinya). Biasanya air dari sini juga untuk cuci-cuci petani habis dari sawah. Tapi sekarang tidak karena bisa bikin gatal-gatal,” tuturnya.

Tentunya dengan kondisi tersebut warga khawatir akan mempengaruhi kualitas tanah di persawahan mereka. “Mumpung ada DLH kesini, kita meminta supaya ini ditutup saja karena memang mengeluarkan bau yang menyengat dan mengganggu warga,” katanya.

Dia pun sudah berkali-kali melakukan komplain kepada pihak pengelola IPAL. Tapi tidak ada solusi. Upaya yang dilakukan oleh pengelola IPAL hanya memperpanjang saluran (paralon) pembuangan agar agak jauh dari permukiman.

“Tapi dampak lingkungan, terutama di areal persawahan dan perkebunan, kan tetap sama. Hanya pindah saja. Dulu masalahnya di sekitar sini, besok masalahnya pindah ke sana,” ujarnya.

Di saat yang sama petugas DLH Kota Semarang langsung turun ke lapangan mengecek kondisi IPAL komunal itu. Beberapa warga terdampak dan pihak pemakai IPAL komunal juga dimintai keterangan. “Kalau dilihat dari warna hitam pekat dan bau air IPAL, memang menimbulkan dampak lingkungan negatif,” kata Noura Maningistini yang juga Seksi Pengendalian dan Sengketa Penanganan Lingkunga DLH Semarang ketika ditemui setelah meninjau IPAL.

Baca juga:  Pencemar Mengganti, Pencemar Membayar

Karena itu, pihaknya akan segera melakukan uji laboratorium terkait dampak lingkungan dan kesehatan. Areal sekitar juga akan dilakukan uji analisa. “Apakah sudah tercemar dan lain sebagainya. Kalau memang menimbulkan dampak lingungan yang negatif, mau tidak mau harus ada penanganan khusus,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Seksi Pengendalian Limbah Cair dan Limbah Padat DLH Kota Semarang Sumarno, yang datang ke lokasi. Dikatakannya, masalah lingkungan yang timbul dari air ini disebabkan karena pengguna IPAL.

Seluruh limbah rumah tangga, dibuang ke IPAL. Termasuk air cucian. “Ternyata, warga yang memakai belum paham soal IPAL komunal. Seharusnya, air limbah yang dibuang lewat IPAL, hanya dari kloset dan kamar mandi saja. Tapi ini semua limbah. Air cucian juga,” katanya.

Apabila sistemnya tetap seperti ini, tidak heran jika IPAL komunal justru merusak lingkungan. Hal itu dikarenakan air limbah dari bekas cuci pakaian dan piring, mengandung bahan kimia tinggi. Idealnya, sebisa mungkin tidak masuk ke IPAL.

Baca juga:  Pemkab Sediakan IPAL Simbang Kulon Larang Pengusaha Batik Buang Limbah ke Sungai

“Limbah rumah tangga itu bahan kimianya tinggi. Apalagi ditambah minyak (dari sisa cuci piring). Ini akan menimbulkan dampak lingkungan negatif,” tuturnya.

Pada kesempatan itu, ia juga menegaskan, IPAL Komunal yang dikelola warga RT 2 Puntan ini bukan bantuan dari DLH Kota Semarang, melainkan program Sanitasi Perkotaan Berbasis Masyarakat (SPBM) dari Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) yang dibangun 2014 silam. “Proyek IPAL ini bukan bantuan dari DLH Kota Semarang. Tapi dari USRI. Sebenarnya kami juga menyayangkan, bantuan dari dana asing ini tidak dirawat dengan baik,” katanya.

Sementara itu, Pengelola IPAL Komunal, Haryono mengakui, air yang keluar memang menimbulkan bau tak sedap. “Bau ini muncul baru 2017 kemarin. Mungkin dulu masih normal dan bersih,” kata Haryono. Padahal, lanjutnya, cara pengelolaannya sama. “Tapi memang pemberian obat (untuk mengurangi bau) sering terlambat,” katanya. (ewb/aro)


Baca artikel dan berita terbaru di Google News


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya