30 C
Semarang
Sabtu, 10 Juni 2023

Festival Pitutur Bambu Borobudur Tampilkan Produk dari 20 Desa

Artikel Lain

RADARSEMARANG.ID, Mungkid – Berbagai produk kerajinan bambu dari 20 desa di kawasan Borobudur dipamerkan dalam perhelatan Festival Pitutur Bambu Borobudur. Gelaran tersebut mengandung maksud melestarikan dan memajukan kebudayaan berbasis bambu yang dikemas menjadi mini festival berupa ruang belajar bersama.

Pantauan Jawa Pos Radar Semarang, festival dimulai pukul 18.30. Diawali dengan teatrikal pemasangan instalasi stupa Borobudur. Lokasi festival dipenuhi dengan pernak pernik, hiasan, dan benda berbahan bambu. Masyarakat pun berbondong-bondong mendatangi dan menikmati rangkaian festival yang berlangsung 20-25 Desember itu.

Usai pembukaan, secara serentak masyarakat masuk ke Pawon Festival Pitutur Bambu melewati pintu gerbang dan pagar bambu. Di lokasi tersebut pengunjung dapat menikmati makanan dan minuman tradisional secara gratis. Selain itu juga terdapat berbagai kerajinan bambu dan permainan musik angklung.

Beragam dolanan masa kecil pun banyak dimanikan oleh anak-anak. Seperti gasing bambu, panah bambu, tembakan bambu. Kerajinan lain juga terdapat miniatur kapal dan pesawat, lampion bambu, dan alat pertanian hingga penangkap ikan.

Koordinator Pelaksana Festival Pitutur Bambu Borobudur Surya Wijaya menyebut, di kawasan heritage Borobudur bambu merupakan sesuatu yang fundamental. Dilihat dari aspek ekologi, sosial, budaya, hingga ekonomi masyarakat merasa membutuhkan. “Berangkat dari hal itulah bambu mempunyai pitutur atau nasehat bagi kehidupan manusia. Kemudian kita angkat menjadi sebuah kegiatan,” katanya kepada Jawa Pos Radar Magelang di Desa Wringinputih, Kecamatan Borobudur, Selasa malam (21/12).

Ia menambahkan, festival ini terbuka bagi pengunjung untuk mempelajari bambu menjadi sebuah media, alat, maupun bahan. Pemanfaatan bambu di setiap desa sangat beragam. Tergantung kondisi geografis dan kebiasaan masyarakat. “Kita satukan dan rangkum dengan bentuk dekorasi agar dikenal masyarakat luas,” tandasnya.

Konsep yang dibangun dalam festival ini bukan sebatas pameran visual. Namun lebih condong ke pameran hidup yang memuat sebuah aktivitas sehingga bisa memetik nilai kehidupan secara langsung. Pihaknya juga hendak memberikan wacana baru bahwa pameran tidak hanya sebatas menunjukkan karya, namun bisa menjadi tempat membangun komunikasi, berkumpul, berdiskusi dan bekerja.

“Belajar bagaimana masyarakat itu merespon bambu yang tumbuh di berbagai tempat dan peruntukannya sesuai letak geografis. Terutama di bukit Menoreh tumbuh lebat dan rumpun yang berfungsi untuk konservasi tanah dan air,” paparnya.

Surya menjelaskan, berbagai kerajinan bambu yang terpampang mewakili kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Banyak yang menggunakan bahan bambu sebagai alat atau media dalam bidang pertanian, perikanan, perdagangan, bahkan tak sedikit peralatan rumah tangga berbahan dasar bambu. “Semua murni milik desa. Kita hanya menyatukan supaya saling mensupport,” pungkasnya. (mia/bas)

Reporter:
Muhammad iqbal Amar

Baca artikel dan berita terbaru di Google News


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya