
RADARSEMARANG.ID, Mungkid – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Magelang mengaku sudah sesuai prosedur dalam melakukan sertifikasi tanah di zona 1 Candi Borobudur. Mereka mengklaim tidak ada maladministrasi seperti yang dilaporkan Pemdes Borobudur.
BPN Kabupaten Magelang menjelaskan tanah di Candi Borobudur yang disertifikatkan oleh Kemendikbud Ristek melalui Balai Konservasi Borobudur (BKB) luasnya 6,6 hektare. Suroso, kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kabupaten Magelang menuturkan, sejak zaman penjajahan Belanda tanah tersebut sudah ditetapkan sebagai tanah purbakala.

Berdasarkan keputusan presiden, tanah tersebut masuk aset Kemenristek Dikti. “Bahkan dari desa berkirim surat ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Terus dijawab bahwa itu asetnya Kemendikbud Ristek,” katanya.
Bulan April kemarin sertifikat tanah tersebut pun terbit atas nama Kemendikbud Ristek. “Pengajuan sejak tahun 2021 akhir,” jelasnya. Kata Suroso saat proses sertifikasi tanah tersebut, BPN sudah mengirim surat ke Pemdes Borobudur untuk menggugat ke pengadilan. Surat tersebut dilayangkan tiga kali pada tahun 2022. Yakni 7 Februari, 11 Februari dan 22 Maret.

Namun dari pihak Desa Borobudur tidak merespons dengan menggugat ke pengadilan. “Bahkan permohonan tersebut sempat berhenti. Kami memberikan kesempatan bagi desa untuk menggugat,” jelasnya. Karena tidak ada gugatan, proses sertifikasi dilanjutkan.
Terkait laporan Pemdes Borobudur kepada Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah tentang proses sertifikasi tanah tersebut, pihak BPN belum mengetahui. Dari pihak Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah juga belum memberi kabar. “Saya malah kurang tahu laporan ke Ombudsman. Itu haknya desa monggo,”tutur Suroso.
Sementara itu Pemdes Borobudur dulu enggan melakukan gugatan karena ia merasa tanah milik mereka. Karena merupakan tanah kas desa, dibuktikan dengan letter C, peta blok dan kesaksian pelaku sejarah. “Mosok disuruh gugat tanahe dewe kan yo lucu,” ujar Ichsanusi, sekdes Borobudur. Di samping itu, ia memprediksi jika bertemu di pengadilan pihak desa pasti akan kalah. Pihak desa pun menginginkan adanya mediasi.
“Harapan dari BPN, BKB dan Desa Borobudur ketemu di pengadilan. Feeling saya kalau ketemu di pengadilan, desa banyak kalahnya. Karena yang berhadapan ahli hukum dari Jakarta. Kami ya lingak lingkuk (kebingungan, Red),” kata Ichsanusi.
Ia mempertanyakan bukti kepemilikan Kemendikbud Ristek terhadap tanah di zona 1 itu. “Informasi sudah dicatat sebagai barang milik negara. Padahal setahu kami untuk mencatat barang milik negara itu tidak boleh serampangan (asal-asalan). Harus ada prosesnya,” katanya. (man/lis)