
RADARSEMARANG.ID, Mungkid – Kesadaran masyarakat kawasan Borobudur untuk melestarikan budaya ini diwadahi oleh desa budaya. Salah satunya di Desa Wringinputih. Masyarakat mencoba melestarikan budaya permainan rakyat dan olahraga trasidional maupun budaya spiritual.
Koordinator Lapangan Pemajuan Desa Wringinputih Jio Martono menuturkan, nguri-uri budaya dimulai sejak Agustus 2021. Selama dua bulan, mereka menggali potensi budaya dan berhasil mengumpulkan 43 narasi di sudut spiritual. Sementara upaya pemajuan kebudayaan dikumpukan sebanyak 64 cerita.

Budaya spiritual itu antara lain wiwitan dan tumpeng. “Tumpeng wujud objeknya. Bisa masuk opsi pengembangan kebudayaan, cuma isinya lebih ke spiritual,” ujar Tono, sapaannya.
Sementara di sektor kesenian, ada kubro siswo, topeng ireng, dan sebagainya. Dari temuan tersebut, tahun ini upaya pelestarian akan dilanjutkan ke tahap aksi. Di antaranya melalui pasar budaya yang sempat diujicoba di Wringinputih Kidul. Serta wisata budaya yang mengedepankan story telling. “Wisata budaya, kami akan menggunakan tempat yang ada. Seperti di rumah warga, mengangkat rumah tradisional,” ujar Tono

Pihaknya juga ingin menyelipkan nilai edukasi. Salah satunya melalui permainan tradisional yang dibuat menggunakan bahan alam, seperti bambu dan pelepah pisang. Upaya ini bukan hanya untuk melatih motorik anak. “Anak-anak juga akan mengerti tentang pelestarian alam. Dengan melihat bahan-bahan yang digunakan untuk membuat mainan,” ujar Tono.
Desa budaya ini, lanjut Tono, salah satunya juga ditujukan untuk menyambut penetapan Candi Borobudur sebagai destinasi superprioritas. Maka, penguatan akar budaya di desa harus diperkuat. Dengan temu dan kenali potensi, lalu aksi di lapangan.
“Dengan cara kekinian, anak muda lebih paham dan lebih mengerti untuk melestarikan budaya mereka,” harapnya. Sebab menurutnya, selama ini budaya masyarakat makin luntur karena minim informasi dari sesepuh ke anak muda. (rhy/ton)