RADARSEMARANG.ID, Mungkid – Rencana pembangunan jalan tol Jogja-Bawen di Kabupaten Magelang sudah sampai tahap konsultasi publik. Kamis (13/1) kemarin, giliran konsultasi publik dengan warga Desa Sriwedari, Kecamatan Muntilan. Dihadiri Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Tol Jogja-Bawen, Kanwil ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah, serta DPUPR Kabupaten Magelang. Pertemuan digelar di balai desa.
PPK Pengadaan Tol Jogja-Bawen Moh. Fajri Nukman menjelaskan, dari 68 km tol Jogja-Bawen, sekitar 50 km melintasi Kabupaten Magelang. Namun, pembangunan tol tidak akan menghilangkan fungsi akses jalan umum, irigasi, makam, sarana ibadah, maupun tanah kas desa. “Paling tidak ada rekayasa konstruksi,” tutur Fajri saat memaparkan materi.
Setelah konsultasi publik seluruhnya rampung, proses berlanjut ke tahap penetapan lokasi. Setelah itu, terbit SK Gubernur. Oleh PPK lantas diusulkan ke proses pengadaan tanah ke Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah. Dalam tahap pengadaan ini, nantinya dilakukan sosialisasi, musyawarah, serta penyelesaian administrasi.
Kemudian berlanjut ke tahap penyerahan hasil. Ketika semua proses pengadaan tanah selesai dan dikoordinasikan oleh PPK. “Pertengahan tahun diusahakan pembayaran (ganti untung, Red). Dilanjutkan konstruksi yang sudah dimulai dari Jogja,” kata Fajri.
Dari konsultasi publik ini, pembangunan tol melintasi Desa Sriwedari disepakati. “Pemahaman masyarakat, ini sudah menjadi proyek nasional. Mau tidak mau harus mau,” ujar Kepala Desa Sriwedari Edi Nugroho usai acara.
Edi menambahkan, luas lahan terdampak di Sriwedari ada sekitar 12 hektare. Didominasi lahan persawahan. Sisanya, 20 rumah dan satu sekolah. Mengingat mayoritas masyarakat terdampak paling banyak petani, Pemdes Sriwedari berharap pembangunan tol tidak mengganggu fungsi fasilitas pendukung.
Titik beratnya ke saluran irigasi. Sebab, jalan tol akan membelah persawahan. Ada beberapa bidang lahan yang tidak terdampak seluruhnya. “Yang saya khawatirkan, sebelahnya tidak teraliri. Jadi itu yang menjadi perhatian,” ujar Edi.
Selebihnya, Edi berharap warga terdampak mendapat ganti untung yang pantas. Misal terdampak 1.000 meter, ganti ruginya bisa untuk membeli lebih dari itu. Bukan berpatok pada harga standar. “Harganya, ya harga yang gelem karo entuk,” kata Edi. Hal ini untuk berjaga-jaga apabila warga terdampak kesulitan mendapatkan lahan pengganti.
Terlebih bagi yang terdampak rumahnya. Misalnya, Hariyanto. Rumah dan pekarangan berukuran 18 m x 8 kemungkinan besar terdampak pembangunan proyek ini. Dia tidak bisa menolak.
“Nggih sampun,” ucap Haryanto. “Ini kan dibutuhkan pemerintah. Kami membolehkan walau tidak tahu mau bagaimana selanjutnya,” imbuh Kaur Perencanaan ini. Dia mengaku belum memiliki gambaran lantaran belum memiliki dana mencari tempat tinggal baru. Sehingga, masih harus menunggu ganti untung. (rhy/lis)