
RADARSEMARANG.ID, Batang – Perjuangan Mbah Warsiyah berakhir. Perempuan renta asal Desa Kebondalem, Kecamatan Gringsing, yang gigih mempertahankan haknya harus menyerah pada takdir.
Nenek 88 tahun itu menghembuskan nafas terakhir di RSUD Tarakan Jakarta pada Selasa (21/3), pukul 21.35 WIB, karena sakit. Sebelum dibawa ke RS, Mbah Warsiyah sempat dirawat di Panti Sosial Bina Insan Jakarta selama beberapa hari.

Setelah berkoordinasi dengan Pemdes Kebondalem, jasadnya dikebumikan di pemakaman umum Jakarta atas prakarsa Dinas Sosial DKI Jakarta.
Seorang perangkat Desa Kebondalem yang tidak mau disebutkan identitasnya menjelaskan, kepergian terakhir Mbah Warsiah ke Jakarta beberapa waktu lalu tidak diketahui tujuannya. Karena almarhumah tidak pernah memberi tahu ketika akan pergi. “Tiba-tiba saja kami menerima pemberitahuan jika ada warga Desa Kebondalem meninggal di Jakarta,” ucapnya.

Selama ini Mbah Warsiyah pantang menyerah dalam mempertahankan haknya. Sejumlah tokoh besar di negeri ini pernah ditemui mulai dari camat, bupati, gubernur, Presiden SBY (waktu itu), Kemenkumham sampai pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. Penampilannya yang renta dan berjalan dengan kursi roda mengundang iba siapa pun yang memandang.
Perjalanan berkali-kali ke Jakarta seorang diri masih menjadi misteri. Entah bagaimana Mbah Warsiyah bisa melakukan itu mengingat dia buta huruf dan tidak punya pekerjaan. Mbah Warsiyah berani menghadapi siapapun untuk mempertahankan tanahnya. Tanah itu menurutnya telah direbut oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Puluhan kali mediasi dilakukan tapi tidak membuahkan hasil. Terakhir Camat Gringsing Adhi Bhaskoro menjadi mediator di Balai Desa Kebondalem tapi tetap buntu. Mengenai sosok Mbah Warsiyah, Adhi Bhaskoro memberi apresiasi dan salut atas kegigihannya. “Beliau adalah perempuan tangguh yang sampai akhir hayat berjuang menuntut haknya,” terangnya.
Tokoh masyarakat Muchamad Aghus ZN memberikan pendapat jika sosok perjuangan Mbah Warsiyah adalah cermin masyarakat bawah yang mencari keadilan. “Ini menjadi peringatan bagi kita semua agar lebih peka memperhatikan rakyat kecil,” katanya.
“Perjuangan beliau sampai ke Jakarta berkali-kali seorang diri membuka mata kita jika ada masyarakat di sekitar kita yang terlupakan,” tegas Aghus.
Guna memberi penghormatan terakhir, Pemdes Kebondalem menggelar pembacaan tahlil dan Yasiin. Kegiatan itu diikuti kades, perangkat desa dan masyarakat sekitar. (yan/zal)