
RADARSEMARANG.ID, Batang – Bupati Batang Wihaji lakukan sidak di sejumlah pasar tradisional, Jumat (18/3/2022). Ia mendapati banyak kios yang tidak memiliki stok minyak goreng curah. Pihaknya menyayangkan, minyak goreng curah justru menghilang pasca ditetapkannya harga eceran tertinggi Rp 14 ribu.
“Saya cek di Pasar Batang agak lumayan harganya di atas HET, harga belinya ketemunya Rp 18 Ribu. Tidak mungkin dijual Rp 14 ribu sesuai dengan perintah Kemendag. Faktanya di sini malah tidak ada minyak goreng curah,” ujar Bupati Batang Wihaji usai sidak di Pasar Subah, Jumat (18/3).

Di Pasar Subah, Wihaji tidak menemukan ada pedagang yang menjual minyak goreng curah. Ia mendatangi satu persatu kios sembako yang biasa menjajakan minyak goreng. Drum-drum besar tempat minyak goreng milik pedagang pun hanya tergeletak di depan kios. Semuanya kosong, sehingga drum besar itu terlihat mudah bergoyang saat disentuh.
Sementara di Pasar Batang, beberapa pedagang yang memiliki stok minyak goreng curah menjualnya dengan harga tinggi. Rata-rata Rp 20 ribu hingga Rp 23 ribu. Harga tersebut tidak bisa ditekan sesuai HET yang ditentukan Kemendag. Para pedagang membeli minyak goreng curah dari distributor sudah dengan harga tinggi. Jauh di atas Rp 14 ribu.

“Para pedagang kulakan di angka Rp 296 ribu per 16,5 kilogram, maka harga jual per liter tidak mungkin Rp 14 ribu. Minimal, para pedagang harus menjual di angka Rp 19 ribu,” terangnya.
Pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah provinsi untuk menyediakan stok minyak goreng curah murah. Operasi pasar itu akan dilakukan untuk para pedagang. Supaya bisa menjual kembali minyak goreng curah sesuai HET.
Salah satu pedagang di Pasar Batang, Mukti, 45, mengatakan bahwa ia sudah tidak memiliki stok minyak goreng curah sejak hari sebelumnya. Jikapun ada, ia tidak bisa menjual dengan harga Rp 14 ribu.
“Harganya dari sananya sudah mahal. Satu jeriken sudah Rp 300 ribu, itu isi 18 liter. Tidak bisa kalau dijual Rp 14 ribu. Tapi barangnya juga tidak ada,” ucapnya.
Isrofiyah, pedagang lainnya juga heran. Saat mahal justru minyak goreng curah ada. Tapi, ketika harga turun, barangnya tidak ada. “Kalau kulakan masih tinggi, misal Rp 18 ribu, masak dijual Rp 14 ribu. Ya mending engga usah jual sekalian,” katanya. (yan/bas)