
RADARSEMARANG.ID, Semarang – Delapan terdakwa kasus suap seleksi perangkat desa Kabupaten Demak merasa keberatan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam pledoi atau pembelaan yang disampaikan di persidangan, salah satu terdakwa Alauddin menyatakan bahwa dirinya bukan pelaku utama dari kasus suap ini.
Dalam penyuapan terhadap panitia seleksi perangkat desa yakni UIN Walisongo itu, ia menyatakan ada tekanan dan permintaan uang dari makelar yakni Imam Jaswadi dan Saroni.

“Semua aliran yang diterima diserahkan ke Imam Jaswadi. Perkara ini ada karena saat itu Saroni mengancam apabila tidak ikut sesuai program itu maka calon perangkat itu akan dicalonkan dari desa lain. Kami terpaksa,” ujarnya mengikuti persidangan melalui online dari Lapas Kedungpane, Selasa (28/2).
Alauddin melanjutkan, ancaman itu terbukti di desa lain. Dimana, satu desa yang tidak mengikuti program suap itu perangkat diisi dari desa lain.

Kepala Desa Tanjunganyar itu menambahkan ada ketidakadilan dari tuntutan jaksa. Dimana, sebagai pihak turut terlibat namun dituntut lebih tinggi. Dalam peradilan Imam jaswadi dan Saroni dituntut 2 tahun dan divonis majelis hakim 1,5 tahun penjara. Sedangkan terdakwa Adib dan Amin Farih dituntut 1,5 tahun divonis majelis 1 tahun.
“Sedangkan pada saya yang notabene terseret dan jadi korban, dituntut tiga tahun. Ini disparitas, kami hanya dijadikan sandiwara. Di sini kan juga tidak ada kerugian negara. Saya mohon dengan segala hormat agar menggunakan hati nurani, majelis hakim manusia paling mulia sebagai wakil Tuhan. Kalau tuntutan tidak sesuai maka mohon diberikan keadilan seadil-adilnya,” pinta Alauddin.
Pembelaan juga disampaikan terdakwa lain melakui penasihat hukumnya. Kades Jatisono Purnomo misalnya, pada awalnya ia ingin jalur normal saja. Namun karena bujukan Imam Jaswadi dan Saroni yang merupakan Kanit Tipikor di Polres Demak sehingga sangat meyakinkan program ini aman, sehingga ikut program. “Selain menyerahkan Rp 275 juta, Imam dan Saroni meminta lagi Rp 50 juta yang akan dipakai menutup perkara ini di Polda. Di sini, terdakwa tidak mendapatkan keuntungan justru malah kehilangan Rp 100 juta karena menalangi,” katanya.
Begitupun dengan terdakwa Haryadi, penasihat hukumnya sependapat dengan JPU bahwa kliennya bersalah turut serta memberikan suap sesuai dakwaan ke satu. Namun, tuntutan pidana pokok tiga tahun tidak sepakat dan denda terlalu berat. “Terdakwa bukan pelaku utama, namun menuntut terdakwa lebih dari Imam Jaswadi dan Saroni. Padahal di sini ada tekanan dan permintaan dari mereka,” tutur penasihat hukumnya.
Atas pledoi ini, majelis mempersiapkan jpu memberikan tanggapan pada persidangan Selasa (7/3) mendatang. (ifa/bas)