
RADARSEMARANG.ID, Semarang – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Semarang meminta pemerintah segera membentuk peraturan tentang pemenuhan hak nafkah anak dalam kasus perceraian. Hal ini penting, karena selama ini putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah tentang hak nafkah anak, masih banyak tergugat yang tidak mematuhinya.
Menurut Direktur LBH APIK Semarang Raden Ayu, hal itu terjadi karena hak nafkah anak dalam proses perceraian hanya bersifat putusan Condemnatoir. Artinya, putusan yang berisi penghukuman, namun tidak bersifat memaksa.

“Itu belum ada ketentuan hukum pidana atau sita aset yang diatur di dalam UU nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan atas perubahan UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,” katanya kepada Jawa Pos Radar Semarang.
Bahkan, tambah Ayu, perkara cerai talak atau yang diajukan pihak suami, ketika istri meminta hak-haknya, suami justru lebih memilih mencabut pendaftaran cerai talaknya daripada memberikan nominal tuntutan istri. Praktis, hal ini merugikan pihak istri. Padahal ketika pihak pemohon tidak memberikan hak-hak tuntutan istri, akan batal demi hukum proses perceraian talak tersebut.

Ia menegaskan, implementasi putusan pengadilan cerai gugat belum terlaksana secara maksimal. Misalnya, ketika ada tuntutan nafkah terhutang dan nafkah anak di Pengadilan, tetapi suami tidak hadir dalam persidangan, memang bisa verstek atau putusan sepihak tanpa kehadiran pihak suami/tergugat.
Namun, ketika Tergugat atau Pemohon dengan alasan tidak mampu secara ekonomi atau tidak diketahui keberadaannya, maka hak-hak seperti nafkah terhutang dan nafkah anak tidak diberikan. Praktis, pengasuhan anak dibebankan sepenuhnya kepada perempuan/ibu anak tersebut.
“Permasalahannya jika tidak melaksanakan kewajibannya, bagaimana peran negara? Itu yang belum terimplementasikan secara maksimal dan belum diatur di dalam UU Perkawinan,” tambahnya.
Ia menilai, aparat penegak hukum khususnya hakim, perlu dibekali wawasan mengenai hukum perlindungan anak. Hal ini dimaksudkan agar para penegak hukum dan aparat pengadilan tersebut menangani perkara yang melibatkan anak dapat memegang prinsip mengedepankan kepentingan yang terbaik bagi anak.
“Pemerintah Indonesia harus segera menyusun kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan putusan pengadilan mengenai hak nafkah anak,” ujar Ayu. (ifa/ida)