
RADARSEMARANG.ID, Pulau-pulau di Indonesia secara geografis terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia. Yaitu Lempeng Australia, Pasifik, Eurasia yang mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara yang berisiko tinggi terhadap ancaman gempa bumi, erupsi gunung api (127 gunung api aktif), tsunami dan gerakan tanah.
Selain itu, iklim Indonesia yang dipengaruhi oleh sirkulasi monsun cenderung menimbulkan tingginya potensi terjadi berbagai jenis bencana hidrometeorologi. Seperti banjir, kekeringan, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, abrasi, serta kebakaran hutan dan lahan.

Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2012, sekolah aman memiliki tiga pengertian yaitu: pertama, suasana dan lingkungan yang menjamin proses pembelajaran, kesehatan, keselamatan dan keamanan siswanya setiap saat. Kedua, sekolah yang mampu menerapkan standar sarana dan prasarana serta budaya yang mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan sekitarnya dari bahaya ancaman. Ketiga, komunitas pembelajar yang berkomitmen akan budaya aman, sehat dan sadar akan risiko, memiliki rencana matang dan mapan sebelum, saat dan sesudah bencana dan selalu siap merespon pada saat darurat bencana.
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari sumber data pokok pendidikan (Dapodik) 2015, ada 37.408 sekolah berada di wilayah risiko ¬tinggi mul¬tibahaya.

Lalu bagaimana sekolah mewujudkan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB)? Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pihak lainnya telah menyusun program untuk mewujudkan SPAB di Indonesia.
Dalam penerapan SPAB tiga pilar, yaitu pertama, pilar fasilitas satuan pendidikan yang aman bencana. Di mana lokasi satuan pendidikan relatif aman dari risiko bencana dan dibangun dengan menerapkan desain dan konstruksi yang aman terhadap bencana, serta satuan pendidikan yang lama dikaji ulang untuk menetapkan prioritas bagi penguatan struktur dan penggantian. Kedua, pilar manajemen penanggulangan bencana di sekolah bertujuan memastikan bahwa prosedur operasi standar dalam penanggulangan bencana di tingkat satuan pendidikan sudah tersedia dan dipahami benar.
Ketiga, pilar pendidikan dan pencegahan pengurangan risiko bencana (PRB) yang bertujuan untuk melakukan integrasi pencegahan dan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Buku Pendidikan Tangguh Bencana yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan BNPB (2017), dalam menjalankan SPAB terdapat tiga prinsip utama. Yakni berpusat pada anak, melibatkan kajian risiko yang melibatkan seluruh pihak sekolah termasuk anak-anak dan sejalan dengan kebijakan dan perencanaan sektor pendidikan serta selaras dengan rencana di daerah setempat.
Banyak hal yang dapat diwujudkan oleh sekolah di antaranya guru dan tenaga kependidikan mengikuti pelatihan SPAB, kampanye penyadaran kesiapsiagaan bencana kepada seluruh peserta didik.
Mengadakan simulasi bencana alam, dan bersinergi dengan lingkungan sekitar. Lalu pembuatan media komunikasi informasi edukatif dan pembuatan alat peraga bencana alam.
Oleh karena itu mewujudkan SPAB yang komprehensif sangat penting karena dapat melindungi warga sekolah dari risiko kematian dan cidera di sekolah. Merencanakan kesinambungan pendidikan dalam menghadapi bahaya yang sudah diperkirakan, memperkuat ketangguhan warga komunitas terhadap bencana melalui pendidikan, serta melindungi investasi di sektor pendidikan.
Edukasi untuk meningkatkan pemahaman risiko merupakan pesan utama bersama yang akan didorong dalam proses penyadaran (awareness) dalam peningkatan kemampuan diri sendiri. Proses penyadaran tersebut berguna agar setiap orang memahami risiko, mengelola ancaman. Dan berkontribusi dalam mendorong ketangguhan masyarakat dari ancaman bahaya bencana.
Di samping itu, kohesi sosial, gotong-royong, dan saling percaya merupakan nilai perekat modal sosial yang telah teruji dan terus dipupuk. Baik kemampuan perorangan dan masyarakat secara kolektif, untuk mempersiapkan, merespon, dan bangkit dari keterpurukan akibat bencana. (uj/lis)
Guru Geografi SMAN 1 Ungaran