
RADARSEMARANG.ID, Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah sebagai seorang yang memiliki kompetensi dibidangnya untuk melakukan transformasi ilmu pengetahuan. Guru juga dapat dikatakan sebuah komponen yang memegang peranan penting berkaitan dengan interaksi sosialnya dengan siswa.
Made Pidarta dalam teori pendidikan dikatakan, bahwa selama berlangsungnya pendidikan paling tidak ada tiga hal yang ditransferkan dari pendidik kepada peserta didik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai, dan transfer perbuatan. Dalam posisi sebagai pentransfer ilmu, maka seyogyanya guru harus memiliki ilmu yang baik, harus menguasai ilmu sesuai dengan bidangnya.

Sebagai pentransfer ilmu, tentu saja harus melalui cara yang baik dan tepat agar dapat diterima dengan baik oleh para siswa. Tentang bagaimana cara yang baik dan tepat agar ilmunya sampai dengan baik, adalah dengan menggunakan metode disertai dengan media yang sesuai atau pas berdasarkan tujuan, materi, dan waktu pembelajaran, sebagaimana telah disusun dalam Rencana Program Pembelajaran (RPP), yang dalam bahasa Kurikulum Merdekanya adalah modul ajar.
Berkaitan dengan profesionalisme ada dua kata yang berkaitan erat, yakni profesi dan profesional. Menurut konsep Quantum Teaching bahwa hak mengajar guru, sebagai pekerjaannya, harus didapat dari siswa dengan melalui pemahaman secara baik terhadap prinsip ‘bawalah dunia mereka ke dunia kita, antarkan dunia kita ke dunia mereka´.

Keberadaan hak mengajar guru harus didapat dari siswa, karena jika hak mengajar hanya didapat dari lembaran kertas yang diberikan oleh instansi resmi, yakni pemerintah, maka akan berimbas pada kesombongan belaka.
Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid di ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat di lingkungannya dalam menyelesaikan aneka permasalahan yang dihadapi masyarakat. Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat, yakni didepan memberi suri tauladan, di tengah-tengah membangun, dan dibelakang memberi dorongan dan motivasi. Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutu wuri handayani.
Dalam era globalisasi peran pendidikan tampaknya tidak hanya terfokus pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang siap pakai saja, melainkan juga harus mempersiapkan SDM yang mampu menerima dan menyesesuaikan dri dan mengembangkan arus perubahan yang terjadi dilingkungannya.
Hal tersebut dimaksudkan agar Indonesia mampu bersaing di tingkat internasional, dan oleh karenanya fondasi pendidikan Indonesia perlu diperkuat untuk mencetak SDM yang berkualitas.
Guru PAI harus memiliki ilmu pengetahuan tentang perkembangan dunia setiap zaman, seperti zaman global bahwa zaman ini telah mengubah tata desa ke tata kota hingga perubahan gaya hidup, mengubah perilaku, merubah pola pikir. Anak remaja, seusia anak-anak didik pada tingkatan SMP (berdasarkan hasil survei) banyak yang sudah tidak perawan atau pernah melakukan hubungan suami istri dengan pasangannya.
Globalisasi menuntut guru, termasuk penulis sebagai guru PAI SMP Negeri 2 Tersono, Kabupaten Batang, harus kreatif dalam menyikapi segala persoalan. Oleh karena itu, peran guru tidak hanya sebagi pendidik saja, tetapi juga sebagai pengajar, sebagai pendorong kreativitas, sebagai mediator dan fasilitator.
Pendidikan keagamaan pada masyarakat desa dan kota juga menjadi dasar kajian, karena kini telah terdapat pergeseran tata hidup menuju masyarakat kota. Globalisasi juga memberikan gambaran, adanya perbedaan-perbedaan antara masyarakat desa dan kota mengenai tatanan nilai, budaya, pola pikir hingga perilaku, khususnya para murid. Pengetahuan amat dibutuhkan guru untuk menjadikannya sebagai landasan bertindak atau mengambil keputusan dalam menyesuai proses pembelajaran yang setara. (*)
Guru Pendidikan Agama Islam SMP Negeri 2 Tersono, Kabupaten Batang