
RADARSEMARANG.ID, KURIKULUM Merdeka menuntut seorang guru untuk menciptakan suasana belajar yang lebih menarik dan tidak membosankan. Menguasai kompetensi dasar merupakan standar seorang siswa mencapai ketuntasan belajar.
Ketuntasan belajar siswa dapat diusahakan dengan menyajikan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, serta staregi pembelajaran yang sesuai.

Diperlukan upaya maksimal dari guru untuk mengembangkan setiap potensi siswa dengan melakukan langkah-langkah inovasi pembelajaran.
Matematika yang paling mudah diajarkan karena dalam pembelajaran matematika siswa dapat diaktifkan melalui penyelesaian soal. Namun nilai matematika justru menempati posisi paling rendah rata-rata kelasnya jika dibandingkan mata pelajaran lainnya khususnya materi Bangun Ruang.

Pemilihan pendekatan atau strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar dapat mempengaruhi pemahaman siswa terhadap materi ataupun konsep-konsep dasar yang akhirnya memberikan pengaruh pada aktivitas dan hasil belajar siswa.
Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis sebagai guru matematika SMP Negeri 2 Comal, Kabupaten Pemalang menerapkan metode ataupun pendekatan yang cocok pada materi tersebut yaitu menggunakan Pendekatan Realistik.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Menurut Sanjaya (Rusman 2014: 380) menyatakan bahwa “Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Berdasarkan kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan merupakan langkah awal pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek kajian.
Pendidikan matematika realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan pendidikan matematika yang diadopsi dari Realistic Mathematics Education (RME) yang telah dikembangkan di Nedherland sejak tahun 1970 (Van Den Heuvel-Panhuizen,1999).
Sekitar tahun 1971, Freudenthal (1905-1990) memperkenalkan suatu pendekatan terbaru dalam pembelajaran matematika yang akhirnya dikenal dengan nama Realistic Mathematcs Education (RME) dalam bahasa Indonesianya pendekatan matematika realistik (PMR), anggapan Han Frudenthal (1905-1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia.
Menurut Wirama dkk (2014: 2) pendekatan matematika realistik kelas matematika bukan tempat memindah matematika dari guru kepada siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Mengaitkan pangalaman hidup nyata anak dengan ide-ide matematika kedalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna.
Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah mengajak siswa memperhatikan benda- benda yang ada disekitar, seperti lemari, kotak pensil, buku paket, atap rumah, dan dadu. Kemudian menyebutkan benda-benda tersebut termasuk bangun ruang yang mana, apakah kubus, balok, prisma atau limas. Siswa diminta untuk lebih teliti melihat bangun bangun tersebut.
Setelah siswa bisa menyebutkan masing-masing benda, termasuk bangun yang mana saja, langkah selanjutnya adalah memperhatikan benda tersebut, misalnya lemari dan kotak pensil salah satu contoh dari bangun balok, dadu termasuk bangun kubus, atap rumah termasuk bangun limas, balok dan kubus termasuk bangun prisma, tetapi prisma belum tentu balok dan juga kubus.
Ketika siswa mencermati benda-benda yang ada, guru mengarahkan siswa untuk bisa memahami unsur-unsur yang ada dalam setiap bangun tersebut, seperti sisi, bidang sisi, besar sudut, rusuk, diagonal sisi, diagonal bidang, dan diagonal ruang.
Setelah siswa bisa bisa menyebutkan unsur-unsurnya tersebut, salah satu bisa mempresentasikan hasil pengamatannya tersebut, menyimpulkan hasil pengamatannya.
Keunggulan menggunakan pendekatan realistik pada materi bangun ruang sisi datar adalah siswa lebih bisa memahaminya. Setelah menggunakan pendekatan realistik tersebut ternyata mempelajari materi bangun ruang menjadi lebih mudah bagi para siswa. Artinya pendekatan realistik menjadikan siswa lebih mudah dalam memahami konsep bangun ruang.
Dalam proses pembelajaran juga terlihat antusiasme siswa menjadi lebih tinggi. Siswa menjadi lebih aktif, kreatif, serta bersemangat. Siswa merasa tidak mudah bosan dan tidak takut dalam belajar. Hal tersebut berdampak positif pada siswa terutama hasil belajarnya. (ips1/zal)
Guru SMPN 2 Comal, Pemalang