28 C
Semarang
Jumat, 24 Maret 2023

Strategi Menumbuhkan Budaya Literasi melalui GLS

Oleh : Umi Zumroh, S.Pd.

Artikel Lain

RADARSEMARANG.ID, Pada abad 21, siswa harus memiliki kemampuan membaca yang baik agar dapat memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah memprakarsai dan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Namun, hasil dari GLS tersebut belum seperti yang diharapkan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus berupaya mendorong minat baca masyarakat, khususnya di kalangan pelajar. Menurut survei UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, dalam seribu orang hanya ada satu orang yang tertarik membaca. Dalam survei lain bertajuk “World’s Garbageiest Nation” yang dilakukan oleh Central Connection State University pada Maret 2016, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 60 negara dalam hal minat baca.

Lingkungan keluarga dan sekolah diharapkan berperan penting dalam meningkatkan budaya membaca anak. Keteladanan orang tua dan guru dalam kegiatan membaca diharapkan dapat menginspirasi anak untuk gemar membaca. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan literasi anak tidak hanya sebatas merangsang minat baca anak, tetapi juga meningkatkan minat menulis anak.

Baca juga:  Meningkatkan Minat Baca Anak melalui Gerakan Literasi Sekolah

Anak yang sering membaca dan menulis, kemampuan membaca dan menulisnya akan berkembang. Orang tua dan guru di sekolah dapat melatih anak untuk menulis ulang buku yang mereka baca dan melatih anak untuk menuliskan pengalaman yang paling menarik.

Secara lebih umum, literasi meliputi; pertama literasi dasar. Yaitu melalui pengembangan kegiatan membaca, menulis, dan matematika. Kedua, literasi perpustakaan, khususnya dengan menggalakkan kegiatan literasi yaitu menggunakan referensi perpustakaan yang ada. Ketiga, literasi teknologi. Yaitu melalui pemanfaatan kemajuan teknologi untuk memfasilitasi kegiatan literasi. Keempat, literasi media, yaitu melalui penggunaan media sebagai sarana untuk meningkatkan literasi; dan kelima literasi visual. Yaitu kemampuan mengapresiasi desain grafis dan teks visual.

Baca juga:  Gerakan Literasi Sekolah Mesem Meningkatkan Minat Baca Siswa

Hal tersebut menjelaskan bahwa literasi tidak sekadar membaca dan menulis, tetapi juga mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber pengetahuan cetak, visual, digital, dan audio.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) melalui Permendiknas Nomor 23 Tahun 2013 untuk menanamkan akhlak mulia pada anak melalui bahasa. Guru memegang peranan penting dalam keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Dalam mengembangkan pembelajaran, guru juga harus dapat memilih dan menggunakan bahan ajar. Seperti mendorong siswa untuk membaca buku yang berkualitas, karena kegiatan membaca diselaraskan dengan proses berpikir kritis yang memungkinkan siswa menjadi kreatif dan analitis.

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dapat dilakukan melalui 3 fase, yaitu fase pembiasaan, fase pengembangan, dan fase pembelajaran. Strategi yang bisa dilakukan oleh guru dalam fase pengembangan adalah siswa bisa memilih bacaan yang menarik hatinya. Cerita merupakan materi yang biasanya disukai siswa. Penumbuhan minat baca dilakukan melalui kegiatan 15 menit membaca.

Baca juga:  Gerakan Literasi Sekolah Memaksimalkan Kemampuan Membaca Siswa

Kemudian materi cerita yang dipilih oleh guru sebaiknya menyesuaikan tingkat kelas siswa. Dalam pemilihan materi cerita ini, guru di sekolah bisa berkolaborasi dengan guru lain untuk mencari dan mengumpulkan materi cerita sehingga cerita itu bisa langsung dimanfaatkan guru.

Guru sebaiknya bisa menciptakan kondisi ruangan yang nyaman. Kegiatan 15 menit yang dipentingkan bukan durasi membacanya, tetapi konsisten, yaitu dilaksanakan secara terus menerus oleh guru dan siswa.

Pada akhirnya, dengan upaya-upaya yang sudah disusun di atas diharapkan tujuan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) untuk meningkatkan kemampuan membaca yang baik agar dapat memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Lebih dari itu, diharapkan Bahasa Indonesia dapat menjadi sarana penanaman akhlak mulia pada anak. (kj1/lis)

Guru SMP Negeri 3 Salaman Kabupaten Magelang.


Baca artikel dan berita terbaru di Google News


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya