
RADARSEMARANG.ID, SEJAK pertengahan Maret 2020, kegiatan pembelajaran di sekolah diinstruksikan untuk melaksanakan pembelajaran daring atau belajar dari rumah (BDR). Hal ini dimaksudkan untuk memotong rantai penyebaran virus corona atau covid-19. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa kondisi negara kita sedang mengalami pandemi covid-19.
Dalam pelaksanaan pembelajaran BDR ini banyak kendala yang dihadapi, baik oleh guru, orang tua maupun siswa. Diantaranya adalah sebagai berikut: Guru kesulitan mengelola pembelajaran BDR, waktu pembelajaran berkurang sehingga guru tidak mungkin memenuhi beban jam mengajar, dan guru kesulitan berkomunikasi dengan orang tua sebagai mitra di rumah disebabkan akses komunikasi yang sangat terbatas.

Tidak semua orang tua mampu mendampingi anak belajar di rumah karena harus bekerja mencari nafkah, kesulitan orang tua dalam memahami pelajaran dan memotivasi anak saat mendampingi belajar di rumah. Siswa kesulitan konsentrasi belajar dari rumah dan mengeluhkan beratnya penugasan sekolah dari guru, peningkatan rasa stress dan jenuh akibat isolasi berkelanjutan berpotensi menimbulkan rasa cemas dan depresi bagi siswa.
Semua pihak pasti setuju bahwa walaupun Pandemi Covid-19 sedang melanda negara kita, tujuan pendidikan nasional harus tetap kita upayakan agar tercapai, guru tetap melaksanakan kewajibannya, dan siswa tetap mendapatkan haknya dengan cara daring ataupun luring. Oleh karena itu, penulis selaku guru kelas VI SDN 02 Cibuyur memiliki strategi dalam rangka mencari solusi untuk mengatasi permasalahan di atas. Salah satu diantaranya adalah mendesain sistem pembelajaran BDR agar anak merasa asyik sehingga tidak jenuh dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pada materi pembelajaran bangun ruang, guru memberikan penjelasan melalui grup WA siswa kelas VI. Guru memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan tanya jawab. Setelah sesi tanya jawab selesai, guru meminta siswa untuk menyebutkan benda-benda di rumah yang termasuk bangun ruang yang berbentuk kubus, balok, limas, prisma, tabung, kerucut, dan bola.
Guru meminta siswa untuk mengukur benda-benda berbentuk bangun ruang tersebut (khusunya balok dan kubus) dengan alat ukur penggaris atau meteran. Misalnya kardus wadah pasta gigi berbentuk balok, diukur panjang, lebar, dan tingginya. Contoh lain, bak mandi yang berbentuk kubus, diukur panjang sisi-sisinya. Setelah benda-benda tersebut diukur, maka siswa diminta untuk menghitung volum maupun luas permukaannya. Jawaban siswa agar ditulis di buku catatan.
Strategi pembelajaran matematika seperti diuraikan di atas adalah sesuai dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Di mana pengembangan matematika realistik didasarkan pada pandangan Freudenthal terhadap matematika (Freudenthal, 1991) yang berpandangan bahwa Matematika harus dikaitkan dengan hal-hal yang nyata bagi murid (kontekstual), Matematika harus dipandang sebagai suatu aktivitas manusia (human activity). Dikutip dari “Pendidikan Matematika Realistik di Sekolah Dasar (SD)”, https://www.kompasiana.com/wirdalina//pendidikan-matematika-realistik-di-sekolah-dasar-sd.
Strategi pembelajaran matematika di atas juga sesuai dengan pendekatan kontekstual. Menutut Cahyo (2013:150), Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa melalui strategi pembelajaran pada materi bangun ruang tersebut siswa merasa asyik belajar Matematika sehingga tidak merasa terbebani dengan tugas-tugas yang banyak dan berat. Guru dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. (rn2/zal)
Guru SDN 02 Cibuyur, Pemalang