
RADARSEMARANG.ID, Pendidikan adalah salah satu cara agar anak tumbuh dengan optimal. Interaksi pendidikan terhadap anak dapat berlangsung sejak dini baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga adalah pendidik pertama dan utama dalam kehidupan anak, keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, mental, watak, dan moral anak (Haitami salim 2013:15).
Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Kemendiknas pada tahun 2011, diketahui rata-rata anak didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya 7 jam perhari atau kurang dari 30%. Sedangkan sebanyak 70% sisanya, anak didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Hanya saja selama ini pendidikan informal dalam keluarga belum efektif. Dengan kata lain belum memberikan kontribusi dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter anak didik. Penyebabnya beragam, mulai dari kesibukan orang tua, kurangnya pemahaman dalam mendidik anak, pengaruh pergaulan, alat elektronik, dan lain sebagainya (Agus Wibowo, 2012:52).

Pendidikan yang efektif adalah pada saat anak usia 0-4 tahun sebelum anak sekolah atau disebut dengan usia keemasan (golden age). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun atau pada masa golden age. Peningkatan kecerdasan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahanatau akhir dasawarsa kedua. Dengan demikian, menjadikan keluarga sebagai tempat pertama dan utama sebagai tempat penanaman karakter anak adalah langkah yang tepat (Agus Wibowo, 2012:107). Proses penanaman karakter tersebut akan berjalan lancar jika keluarga menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Peran setiap anggota sangat diperlukan agar proses yang dilakukan berkesinambungan. Salah satunya dengan menjadikan kegiatan sehari-hari mengandung unsur pendidikan.
Saat ini di Indonesia pada umumnya orang tua mendidik anak berdasarkan pengalaman dari orang tua mereka atau dari keluarga lain yang dilihatnya, atau secara otodidak, bukan secara disiplin ilmu yang sudah ada. Memang tidak salah mendidik anak berdasarkan pengalaman keluarga, namun hal tersebut tidak lah cukup. Orang tua wajib menambah dan mengembangkan wawasannya melalui pendidikan. Dapat dengan mengikuti kegiatan parenting, berbagi pengalaman dengan orang lain, ataupun mencari literatur bacaan berkaitan dengan pola pendidikan anak.

Pada saat ini disadari atau tidak dalam kehidupan sehari-hari telah terjadi pergeseran nilai dalam memandang status keluarga. Nilai-nilai sosial positif tertentu juga mulai memudar dari sistem interaksi sosial dalam keluarga. Dalam segi tradisi, kehidupan keluarga sekarang pun sudah jauh berbeda dengan tradisi keluarga di masa lalu. Semua kalah bersaing dengan tontonan, baik di televisi maupun langsung.
Sering pula kita mendapatkan berita tentang kekerasan terhadap anak baik secara fisik maupun psikis. Banyak diantara peristiwa tersebut pelakunya adalah orang terdekat yang masih masuk dalam anggota keluarga. Hal ini sangat ironis karena keluarga yang harusnya merawat, mengantisipasi, melindungi anak dari ancaman yang berbahaya malah mereka menjadi pelakunya. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya penyimpangan seksual yang dialami oleh pelaku, minimnya pengetahuan untuk mendidik anak, kurangnya kesadaran untuk melindungi hak dan minimnya nilai-nilai keagamaan. Peristiwa semacam itu, dapat kita antisipasi dengan mengajarkan pendidikan seks sejak dini, serta pengawasan terhadap pergaulan anak.
Dengan melihat fenomena yang ada, maka sangatlah penting bagi para orang tua untuk memperhatikan pendidikan anaknya sedini mungkin. Seiring dengan meningkat dan berkembangnya problematika yang dialami oleh anak-anak. Serta munculnya tantangan-tantangan baru yang berhubungan dengan pendidikan anak-anak, maka sudah seyogyanya para orang tua untuk terus menerus menambah pengetahuan dan wawasan mereka dalam bidang tersebut. Sehingga potensi keberhasilan pendidikan anak semakin tinggi. (gb3/ton)
Guru SDN 02 Pantirejo Kab. Pekalongan.