
RADARSEMARANG.ID, Kompetensi abad ke-21 tersebut diantaranya adalah kecakapan berpikir kritis dan pemecahan masalah, kecakapan berkomunikasi, kecakapan kreativitas dan inovasi , dan kecakapan kolaborasi. Untuk mewujudkan semua itu guru harus mampu menerapkan model pembelajaran yang tepat. Salah satunya adalah model pembelajaran berbasis masalah Discovery Learning.
Dalam Discovery Learning siswa dituntut untuk mampu memecahkan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual). Dengan kata lain, Discovery Learning membelajarkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mencari dan menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Namun yang terjadi di Kelas VI SDN Banjarejo Kecamatan Boja Kabupaten Kendal dalam pembelajaran Tema 1 Subtema 1 Muatan Pelajaran IPA pada Materi Perkembangbiakan Tumbuhan, suasana pembelajaran yang terjadi di kelas kurang bermakna, siswa kurang aktif dalam pembelajaran, dan malas menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran guru kurang peduli pada proses berpikir siswa. Materi pembelajaran yang disajikan dengan pola deduktif yaitu diawali dengan ceramah teori tentang materi yang dipelajari, pemberian tugas, dan pembahasan membuat siswa cenderung menghapalkan teori saja.
Untuk mengatasi permasalahan pembelajaran yang terjadi, penulis sekaligus guru kelas VI SDN Banjarejo menerapkan model Discovery Learning dalam pembelajaran Tema 6 Subtema 1 muatan pelajaran IPA materi Perkembangbiakan Tumbuhan yang dipadukan dengan muatan pelajaran Bahasa Indonesia materi teks eksplanasi. Sanjaya (2006:128), menyatakan bahwa model pembelajaran discovery learning adalah pembelajaran yang mana bahan pelajarannya dicari serta ditemukan sendiri oleh peserta didik lewat berbagai aktivitas, sehingga dalam pembelajaran ini tugas guru lebih kepada fasilitator dan pembimbing bagi peserta didik. Penerapan model Discovery Learning menitikberatkan peran guru sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif. Oleh sebab itu, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan (Faiq, 2014).

Aktifitas pembelajaran yang diterapkan disusun sesuai sintak Discovery Learning. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan yaitu pertama, Pemberian Rangsang (Stimulation), guru menyajikan video dan teks eksplanasi tentang Perkembangbiakan Tumbuhan. Kedua, Pengolahan data (data processing), siswa berdiskusi dalam kelompok dan membuat mind map tentang macam-macam perkembangbiakan vegetatif pada tumbuhan, kemudian menukarkan hasil kerja dengan kelompok lain dan kelompok lain memberi tanggapan. Ketiga, Pembuktian (Verification), siswa mencermati kembali hasil diskusi kelompok sebelumnya tentang perkembangbiakan tumbuhan secara generatif dan vegetatif, Siswa membandingkan perkembangbiakan generatif dan vegetatif dengan menjawab pertanyaan tentang perbedaan serta kelebihan dan kekurangan perkembangbiakan generatif dan vegetatif. Keempat. Kesimpulan (generalitation) siswa membuat kesimpulan tentang perkembangbiakan generatif dan vegetatif dengan bahasanya sendiri.
Setelah melaksanakan pembelajaran dengan model Discovery Learning, penulis menemukan bahwa proses dan hasil belajar siswa meningkat dibandingkan pembelajaran sebelumnya. Dalam proses pembelajaran IPA yang dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning berlangsung aktif. Siswa menjadi lebih aktif merespon pertanyaan dari guru, termasuk mengajukan pertanyaan pada guru maupun temannya. (pg1/ton)
Guru Kelas SDN Banjarejo, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal