
RADARSEMARANG.ID, PEMBELAJARAN bahasa Indonesia di MAN 1 Semarang Kabupaten Semarang di era new normal ini selalu mengedepankan keterampilan untuk mampu menghadapi berbagai tantangan di abad 21 dan era industri 4.0. Mendorong siswa terampil berpikir kritis dan kreatif, berkolaborasi atau membangun jejaring, dan berkomunikasi, serta kemampuan terkait literasi teknologi. Karena itu, kegiatan pembelajaran tidak hanya dituntut menguasai materi pelajaran, tetapi harus mampu memilih dan menentukan berbagai strategi pembelajaran yang mampu mengintegrasikan teknologi dan pembelajaran.
Pembelajaran berbasis neurosains menuntut guru memiliki pengetahuan yang memadai dan terpadu dengan konten (materi) pelajaran yang diajarkan, beragam pendekatan pedagogi, dan teknologi yang akan digunakan. Guru harus mampu melaksanakan pembelajaran secara inovatif dengan penguasaan materi yang benar dan memadai, serta pendekatan pedagogi dan teknologi yang tepat. Pengetahuan mengenai bagaimana cara mengintegrasikan teknologi, pendekatan pedagogi ke dalam kegiatan belajar ini oleh Mishra and Koehler (2006) disebut dengan TPACK (Technological, Pedagogical, and Content Knowledge). Pembelajaran berbasis neurosains bertujuan agar guru dapat mengoptimalkan potensi perkembangan otak peserta didik dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pedagogi dan teknologi yang tepat.

Dengan menguasai pembelajaran inovatif berbasis neurosains, diharapkan guru mampu mengantarkan peserta didik untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi secara kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif sesuai prinsip-prinsip kerja otak. Dengan demikian, kualitas proses pembelajaran yang guru lakukan, dapat ditingkatkan sesuai tuntutan perkembangan zaman.
Implementasi pembelajaran berbasis neurosain meliputi, pertama, orchestrated immersion dengan menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berasosiasi dan mengembangkan berpikir peserta didik melalui rangsangan berupa pemberian masalah yang bermakna berupa teka-teki, games yang atraktif dan menarik. Kedua, relaxed allertness dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan merangsang peserta didik berpartisipasi aktif, selama proses pembelajaran. Misalnya pembelajaran di luar kelas, pembelajaran dengan media musik, pembelajaran berupa diskusi kelompok, pembelajaran dengan menggunakan simulasi yang menarik dan lain-lain. Ketiga, active processing dengan menciptakan situasi pembelajaran agar peserta didik membangun pengetahuan sendiri dengan melibatkan semua indera secara aktif seperti mata mengamati, tangan menulis, mulut untuk berdiskusi, dan anggota badan lainnya.

Pembelajararan berbasis neurosain mensyaratkan aktivitas dalam pembelajaran baik itu guru maupun peserta didik, tidak akan ada lagi pembelajaran pasif dan menegangkan seperti peserta didik hanya terdiam sambil mendengarkan ceramah guru. Jika pembelajaran pasif, maka tidak banyak mengaktivasi otak peserta didik sehingga hasil belajarnya tidak akan optimal. Sebaliknya, apabila pembelajaran aktif dan menyenangkan, peserta didik dapat diajak bergerak, tertawa, bertanya dan menjawab pertanyaan serta merespon dalam proses pembelajaran. Hal ini akan mengaktifkan area-area otak sehingga pembelajaran jauh lebih berhasil dan bermakna.
Dalam pembelajaran berbasis neurosains ini, peserta didik diberikan stimulus mengoptimalkan sistem syarafnya sehingga dapat optimal menggunakan otak dalam berbagai hal baik untuk memecahkan masalah maupun menemukan gagasan baru, kebaruan ide, kreativitas, dan inovasi dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran berbasis neurosains dapat membuat hubungan di antara proses kognitif yang terdapat di dalam otak dengan tingkah laku yang akan dihasilkan. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap perintah yang diproses oleh otak akan mengaktifkan daerah-daerah penting otak sehingga aktivasi otak peserta didik meningkat dan penguasaan materi pembelajaran berhasil maksimal. (pai2/ida)
Guru Bahasa Indonesia MAN 1, Kabupaten Semarang