
RADARSEMARANG.ID – Suatu hari saya masuk kantor agak siang. Sekitar pukul 09.00. Dua orang sudah menunggu. Mereka duduk di atas motor roda tiga. Menghadap ke jalan. Membelakangi pintu utama. Dua-duanya mengenakan kaos biru navy lengan panjang.
Saya ajak masuk. Mereka menolak. Saya paksa. Mereka tak mau. Padahal tujuannya memang untuk menemui saya. Katanya, bertemu saya saja sudah senang. Padahal, sebaliknya. Justru sayalah yang gembira berjumpa mereka. Sudah beberapa waktu sebelumnya saya berniat ke rumah mereka (lagi). Tapi belum kesampaian.

Meskipun tidak diungkapkan, saya menangkap alasan kuat mereka tidak mau masuk kantor. Dua orang yang berpasangan laki-laki wanita itu sama-sama lumpuh kaki. Mereka tidak bisa berdiri. Apalagi berjalan. Aktivitasnya sehari-hari dilakukan dengan dua tangan. Untuk bisa ke kantor mereka menggunakan motor roda tiga yang didesain khusus. Lebih khusus lagi motor itu memuat dua kursi roda.
Namanya Muhammad Arif. Yang wanita Anik Mahmudah. Mereka suami istri. Menikah sekitar dua tahun lalu. Arif asli Kudus. Sedangkan Anik dari Jepara.
Tidak gampang mereka naik motor itu. Anik dengan susah payah turun dari kursi rodanya kemudian berpindah ke motor. Sedangkan Arif naik beserta kursi rodanya. Semua proses dilakukan sendiri. Hanya dengan dua tangan mereka. Kursi roda Anik kemudian ditaruh di buritan motor. Hanya butuh sedikit bantuan orang lain ketika menaikkan kursi roda Anik ke motor.

Saya mengenal Arif setelah saya memimpin Jawa Pos Radar Kudus. Sekitar tujuh tahun lalu. Ketika itu Arif menjadi pengasong koran. Berjualan di perempatan Jalan Mangga, Kudus. Dia duduk di kursi roda. Menjajakan dagangannya di terik matahari. Pekerjaan itu ditekuni sejak tahun 2011.
Dia sangat rajin, disiplin, dan istiqomah. Pagi sebelum orang kantoran berdinas, Arif sudah bekerja. Sering sampai sore. Tidak ada yang memaksa. Semua atas kehendak sendiri.
Berkat berjualan koran itu pula kehidupan Arif berubah. Dia bisa menghidupi dirinya sendiri. Bahkan lewat koran yang dijual itu pula dia menemukan jodohnya.
Suatu saat Jawa Pos Radar Kudus, koran yang dijualnya, memuat tulisan mengenai Anik Mahmudah. Seorang wanita penyandang disabilitas yang mulai belajar membuat dan memasarkan kerajinan. Arif membacanya. Hatinya bergetar. Usai membaca koran itu dia bergumam. “Ya Allah kalau dia memang jodohku dekatkanlah. Kalau tidak, jauhkanlah.”
Allah mengabulkannya. Arif kemudian menemukan akun facebook Anik secara tidak sengaja. Lewat medsos itulah mereka berkenalan. Berlanjut. Arif ke rumah Anik di Jepara. Itulah kali pertama mereka bertemu muka secara langsung. Saat itu juga Arif mengutarakan isi hatinya kepada orang tua Anik. Melamar. Diterima. Mereka menikah. Itu terjadi tahun 2018.
Setelah menikah kehidupan mereka berubah lagi. Anik mengembangkan usahanya dengan berjualan pakaian perempuan. Lewat media sosial. Usaha itu terus berkembang. Sampai dia kewalahan menangani sendirian. Kini telah memiliki enam karyawan. Semua orang yang sempurna fisik. Sementara Arif masih tetap berjualan koran.
Semula mereka tinggal bersama orang tuanya. Kemudian hidup mandiri. Menyewa rumah susun. Sekarang mereka tinggal di sebuah ruko di Desa Bakalan Krapyak, Kudus.
September lalu Arif memutuskan untuk berhenti berjualan koran. Dia ingin membantu sepenuhnya usaha istrinya.
Kerendahan hatinya kelihatan. Dia ingin pamit kepada saya. Padahal dia bukan anak buah saya. Dia mengambil koran di Kudus Agency. Agen koran itulah yang menjadi mitra perusahaan. Kedekatannya dengan saya hanyalah karena saya berkali-kali menemuinya di tempat dia berjualan.
“Saya merasa menjadi keluarga Jawa Pos Radar Kudus,” katanya. Saya respon dengan memberinya baju putih seragam kantor berlogo seperti yang saya pakai. Satu untuk Arif dan satu untuk Anik.
Saya terenyuh. Nyaris meneteskan air mata. Seandanya tidak ada aturan harus jaga jarak, saya peluk orang yang pernah mendapat Anugerah Jawa Pos Radar Kudus itu lantaran ketekunan, kerja keras, dan istiqomahnya itu. Hati saya semakin ambyar ketika dia berucap, “Aku tetep loper selamanya.”
Saya tegaskan, Arif tidak loper lagi. Dia wiraswastawan. Istrinya Wiraswastawati sejati yang sukses. (*)