
RADARSEMARANG.ID – Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Peribahasa lama ini, mungkin pas untuk menggambarkan sosok Satria Yuristia Graha Saputra, SH. Pria kelahiran Semarang ini, meneruskan profesi sang ayah sebagai advokat.
Sejak kecil, Satria—sapaan intimnya—sudah terbiasa melihat sang ayah menangani perkara. Karena itu, ia tahu persis bagaimana tantangan, cobaan, dan lika-liku yang dihadapi ayahnya. “Yang menarik adalah saat ayah membela orang lemah yang tersandung hukum tanpa dibayar sepeser pun. Itulah yang mendorong saya, memutuskan menjadi advokat sebagai profesi,” tutur Satria.

Selepas lulus kuliah S1 Ilmu Hukum di Universitas Semarang (USM) pada 2011, Satria lantas magang di kantor pengacara John Richard Latuihamallo SH, MH & Partners Law Office. Ia bergabung di kantor pengacara ini pada 2016. Idealismenya sebagai advokat, mendapat tempat. Filosofi beracara oleh pimpinannya, semakin meneguhkan keyakinan untuk menekuni profesi advokat. Yakni, saat melakukan pembelaan, harus tetap menjunjung kejujuran dan etika.
“Prinsip yang ditanamkan pimpinan pada kami saat melakukan pembelaan adalah jangan pernah memenangkan perkara dengan kebohongan, memutar-balikkan fakta, dan memalsukan alat bukti,” tuturnya. Prinsip ini yang dipegangnya erat-erat. Termasuk, saat kali pertama ia menangani perkara sebagai advokat. Yakni, kasus perceraian. Satria mengingat, sebelum berangkat sidang untuk mendampingi klien, ia dipanggil oleh pimpinannya.

“Pesan pimpinan saat itu singkat: beliau hanya bilang ‘Satria, saya tidak mau tahu, perkara ini harus kamu menangkan’. Alhamdulillah, perkara pertama yang saya tangani, akhirnya menang,” kenangnya.
Lantas, perkara paling menarik selama menjalani profesi sebagai advokat? Pria yang lahir bertepatan dengan hari Pahlawan itu mengaku, semua perkara—baik perdata maupun pidana yang ditanganinya—menarik. Sebab, kata Satria, setiap penanganan perkara dibutuhkan strategi yang berbeda. Termasuk, bagaimana menyiapkan alat bukti yang sah tanpa rekayasa, agar tidak terbantahkan dalam persidangan. Saat disinggung tentang penegakan hukum saat ini, Satria mengaku sudah ada yang di jalurnya, namun ada pula yang di luar track.
“Contoh, saat penyidik menangani kasus perdata seperti kasus kerja sama, modal usaha atau bagi hasil yang dipaksakan masuk dalam ranah pidana, ini masih terjadi dan sangat kita sayangkan.”
Namun, bagi pria penghobi burung berkicau ini, kondisi itu menjadi tantangan tersendiri baginya dalam melakukan pembelaan. Tempaan sang ayah yang keras, membuatnya tak pernah takut. Berani minta maaf jika melakukan kesalahan. Dan, jangan pernah takut jika benar. Serta, jangan pernah bikin jelek nama kantor. “Karena kantor kitalah tempat belajar, menimba ilmu, dan mencari nafkah,” kata Satria.
Apa prinsip hidup Anda? “Perbaiki kesalahan kita, karena dunia ini selalu memberi ujian dan cobaan. Bertahanlah serta berkembanglah pada posisi yang benar. Dan, jangan pernah berharap pada manusia. Tapi, selalu berharaplah pada Tuhan.” (sls/isk)