
RADARSEMARANG.ID – Namanya sengaja diberikan oleh sang ayah, dengan harapan Yusril dapat mengikuti jejak advokat kondang Indonesia yang juga mantan menteri era Presiden SBY: Prof Dr Yusril Ihza Mahendra SH, M.Sc.
Alumni Magister Hukum Universitas Negeri Semarang ini sebenarnya ingin jadi notaris. Namun, setelah menjalani bimbingan skripsi, ia membulatkan tekad menjadi advokat.

“Dulu malah sempat ingin terjun ke politik. Tapi dosen pembimbing bilang saya cocoknya jadi pengacara. Bapak saya juga selalu meyakinkan saya, terutama dengan nama yang diberikan ke saya. Itu sebuah harapan besar,” tuturnya kepada jurnalis Jawa Pos Radar Semarang.
Pada 2009, Yusril pun memulai karier sebagai lawyer. Ia dihadapkan pada beberapa kasus besar dan sulit. Salah satunya, kasus korupsi yang pernah terjadi di Kudus. Kala itu, Yusril merasa belum menemukan jati diri seorang lawyer. Hal itu berlanjut hingga beberapa tahun. “Saya berpikir bahwa menjadi lawyer itu sebuah tanggung jawab yang sangat besar. Karena kami mempertaruhkan nasib orang di sana.”

Ia mengungkap kerap dirundung rasa khawatir saat menangani kasus. Berkecil hati dan takut mengecewakan orang yang dibela. Pengalaman pertama mengawal klien, Yusril menunggui klien yang ditahan di Kejaksaan. Ia merasa bertanggung jawab penuh pada seluruh proses hukum yang dijalani klien.
“Lalu, senior saya menasihati dan menenangkan saya kalau proses ditahan itu wajar dan saya tidak perlu merasa bersalah. Saya jadi bisa lebih fokus menyiapkan berkas,” jelasnya. Setelah bertahun-tahun melawan perasaan minder, pada 2015, percaya dirinya muncul.
Dukungan dari kolega dan keluarga besarnya sangat berarti. Mereka menyampaikan pesan bahwa jalan yang dipilih Yusril menjadi seorang advokat, kelak akan membawa kebermanfaatan besar. Baik untuk orang-orang dekatnya maupun umat secara luas.
Seiring berjalannya waktu, kasus demi kasus pun berhasil ditangani dengan baik. Kasus dugaan kriminalisasi seorang guru SD yang dituduh menganiaya muridnya, menjadi atensinya. Ia bersyukur, hakim memvonis bebas kliennya.
Pengalaman menarik lain, membela warga Dayak melawan pemodal yang merusak karamba budidaya ikan. Melalui berbagai cara dan mediasi, perkara tersebut dapat selesai setelah delapan bulan. Ia sempat menerima teror sepanjang perjalanan di Palangkaraya saat menangani kasus tersebut. “Saya anggap teror itu risiko pekerjaan,” ucap penghobi travelling dan naik gunung, itu,
Diakui, penegakan hukum di Indonesia masih tebang pilih. Seperti halnya kasus korupsi. Terkadang, Yusril merasa jenuh. Namun, sejak 2016 bergabung bersama advokat Osward, ia lebih bersemangat menjalani profesinya.
Kata Yusril, menjadi advokat tidak serta-merta membuat seseorang patut bersikap angkuh, sombong, dan sok pahlawan. Sebab, seorang advokat sekali pun, tetaplah manusia yang bisa saja membuat kesalahan. Di waktu luangnya, Yusril memiliki usaha sampingan ternak cacing untuk kebutuhan farmasi di Sumowono, Kabupaten Semarang. Ia juga sesekali berlibur bersama keluarga dan kolega kerja. (taf/isk)