29 C
Semarang
Kamis, 1 Juni 2023

Masing-Masing Perkara Itu Unik

Artikel Lain

RADARSEMARANG.ID – Bagi Dewi Harastuti SH, MH, menjadi lawyer, tak pernah terpikirkan sebelumnya. Setelah menyelesaikan pendidikan kesekretarisan, ia bekerja sebagai sekretaris di konsultan asing selama 8 tahun.

Nah, sembari kerja dan mengurus anak-anaknya, Dewi rupanya tertarik mengambil kuliah ekstensi di Fakultas Hukum Untag Semarang.  Lulus S1, Dewi lantas meneruskan program Magister Hukum di Undip. “Itu setelah anak-anak saya mulai besar, saya lanjut ke jenjang S2,” kenang Dewi.

Saat kuliah S2 itulah, Dewi diajak teman-teman kuliahnya untuk mendaftar dan mengikuti tes menjadi advokat. “Saat pengumuman hasil tes pun saya tidak tahu. Saya diberi tahu teman bahwa saya lulus tes advokat dan harus daftar ulang,” ucap perempuan berhijab itu.

Pada 2002, Dewi resmi dilantik sebagai advokat. Proses magang dilalui Dewi selama dua tahun.  “Pernah membuka kantor advokat bersama dua rekan advokat. Akhirnya, kami gabung di Kantor Advokat Dani Sriyanto SH & Partners sampai sekarang,” tutur perempuan yang juga pengurus di Persatuan Istri Insinyur Indonesia (PII) Perwakilan Jateng tersebut.

Klien yang kali pertama ditanganinya adalah teman sendiri. “Teman baik saya, kebetulan ingin berpisah dari suaminya.” Awalnya, Dewi menasihati agar keinginan teman baiknya diurungkan. “Lebih baik mempertahankan rumah tangga. Kalau bisa dipertahankan ya dipertahankan,” saran Dewi. Saran Dewi pun diterima.

Hanya saja, setahun kemudian, teman baik Dewi kembali menemuinya. Ia mengaku sudah tidak kuat lagi mempertahankan biduk rumah tangganya. Keinginannya bercerai sudah bulat. “Teman saya itu hanya ingin berpisah dari suaminya dan meminta hak asuh dua anaknya,” kata Dewi. Dari kasus itu, Dewi mengaku banyak belajar ilmu kehidupan. “Bahwa betapa sulitnya mempertahankan rumah tangga, menyatukan dua hati dan pikiran. Harus saling mencintai, menghormati, pengertian, mengalah dan sebagainya untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga.”

Menurut Dewi,   perkara-perkara yang ditangani, semuanya menarik untuk dibela.  “Ada tantangan tersendiri untuk dapat membela suatu perkara, meski tingkat kesulitannya berbeda-beda. Masing masing perkara adalah unik,” ucap perempuan yang juga aktif di Ikatan Advokat Perempuan Semarang (IKAPS), itu.

Menyinggung penegakan hukum di Tanah Air, Dewi berpendapat,  saat ini belum sesuai dengan cita-cita hukum itu sendiri. Kata dia, masih banyak terjadi penyimpangan hukum. “Masih banyak kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi hukum. Ya, kepentingan politik, kepentingan kelompok, kepentingan bisnis, dan sebagainya.”

Akibatnya, masih banyak masyarakat yang berupaya mencari celah hukum untuk kepentingannya sendiri. “Seharusnya masyarakat menerapkan hukum, tidak mencari celah hukum. Masih banyak yang harus dibenahi dalam penegakan hukum di Indonesia,” sentilnya.

Ditanya soal prinsip hidupnya, Dewi mengatakan, “Mengalir saja seperti air. Bermanfaat bagi keluarga dan orang lain. Sesuai  profesi saya, saya berusaha membantu orang yang terkena masalah hukum dan  membutuhkan bantuan hukum.”

Di tengah-tengah kesibukan sebagai lawyer, Dewi tetap menjalankan kewajiban sebagai seorang istri dan ibu dari tiga anak serta empat cucu. “Saat paling menyenangkan bagi saya adalah berkumpul dengan keluarga.”

Saat senggang, sebelum adanya pandemi, Dewi dan keluarga kerap mengunjungi objek-objek wisata. “Sekarang hampir tidak pernah dilakukan karena pandemi. Lebih baik di rumah saja. Kalau tidak ada urusan mendesak, lebih baik diam di rumah.” Dalam mendidik anak, Dewi dan suami,  yang utama adalah pendidikan agama/akhlak, budi pekerti, sopan santun, dan pendidikan formal untuk bekal hidup mereka. (isk)


Baca artikel dan berita terbaru di Google News


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya