
RADARSEMARANG.ID – M. Hasan Latief, SH, MH, menjadi lawyer karena ingin mengikuti jejak pendekar hukum, mendiang Dr. Adnan Buyung Nasution, SH. Si Rambut Perak—sebutan Adnan Buyung—menjadi inspirasinya.
Hasan Latief berpendapat, penegakan hukum saat ini masih banyak ketimpangan. Tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah. Sehingga peran advokat sangat diperlukan untuk tegaknya hukum secara konsisten dan sesuai undang-undang yang berlaku. “Untuk mencapai impian ini, saya menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta,” ucap pria kelahiran Purbalingga, 1 Oktober 1974 ini.

Lulus dari FH Atma Jaya, Latief—sapaan akrabnya—melanjutkan kuliah S2 Hukum di Universitas Janabadra Yogyakarta. Saat menjadi mahasiswa di Universitas Atma Jaya, Latief bahkan sudah aktif menjadi relawan di Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum (LKBH). “Inilah pengalaman pertama saya ketika mengenal dunia advokasi,” ucapnya.
Berbekal pendidikan advokat, Latief pun membuka praktik pengacara. Kebetulan, mentornya adalah almarhum ayahnya sendiri, yang berprofesi hakim. “Saya sangat berterima kasih dengan almarhum ayah yang sudah banyak membimbing,” kenangnya.

Latief mengaku, kali pertama menangani klien, ada rasa haru, bahagia, juga cemas. Itu lantaran ia masih harap-harap cemas karena takut salah dan sebagainya. Namun, berbekal ketekunan, selalu ingin belajar, serta konsistensi seiring berjalannya waktu, maka rasa cemas itu hilang. “Profesi pengacara itu diuji dengan jam terbang atau pengalaman.”
Selama menjadi advokat, sudah banyak kasus yang ditangani. Namun, ada beberapa kasus yang menarik dan menjadi pengalaman berharga. Salah satunya, kasus pengadaan tanah untuk pengembangan GOR Samapta Magelang yang pembebasan tanahnya diduga merugikan masyarakat. Itu terjadi lantaran sudah dikuasai oleh oknum-oknum broker tanah, oknum legislator, dan kalangan swasta.
“Kami berikan advokasi kepada masyarakat dengan mengajukan gugatan PMH (Perbuatan Melawan Hukum) dengan meminta ganti rugi ke oknum broker. Alhamdulillah, dari tingkat PN hingga MA, warga dimenangkan kasus GOR Samapta.” Latief merasa bangga, karena kasus tersebut jadi acuan saat pengadaan tanah untuk Bandara Kulonprogo, pengadaan tanah untuk tol Bawen-Banyumanik.
Kasus lain yang pernah ditangani, terkuaknya rekayasa oknum polisi saat menangani kasus narkoba. Baik di tingkat PN dan MA, berhasil dimenangkan oleh Latief. Padahal, terdakwanya sempat dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 800 juta. Juga kasus Pasar Rejowinangun yang tidak terbangun karena banyak kepentingan. Kasus tersebut sangat merugikan masyarakat.
Kasus tersebut berhasil dimenangkan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya, sehingga pasar bisa kembali terbangun. Terakhir, kasus Plaza Muntilan yang sudah memakan waktu hampir lima tahun, mulai dari PN hingga MA, dan PTUN hingga MA lagi. “Kebetulan kantor kami yang menangani kasus-kasus tersebut sempat jadi headline di surat kabar,” jelas pengacara yang memiliki hobi membaca berita dan ilmu pengetahuan, jogging, serta traveling.
Bicara soal keluarga, Latief mengaku, mereka segala-galanya. Saat penat dengan pekerjaan, ia akan merasa teduh dan sejuk, jika sudah berkumpul dengan keluarga. Waktu luang, biasanya kumpul bersama keluarga. Agendanya cukup simpel. Menikmati kuliner bersama sembari ngobrol santai. Sebelum pendemi, pada saat weekend, kadang jalan-jalan ke luar kota bersama keluarga, sembari mengunjungi objek wisata.
Apa prinsip hidup Anda? “Harus bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dan masyarakat.” Caranya, selalu berbuat positif, dengan niat baik, tulus, dan ikhlas. Tentu tanpa memandang besar atau kecilnya materi yang diberikan. Baik kepada masyarakat, terutama keluarga. Apalagi menjadi orang tua, harus bisa menjadi teladan dan kebanggaan buat anak. (rfk/isk)